Revolusi Pendidikan Dimulai! Kemenag Luncurkan Kurikulum Berbasis Cinta: Hadirkan Humanisme, Toleransi, dan Spiritualitas dalam Setiap Pembelajaran!
![]() |
https://pendis.kemenag.go.id/direktorat-kskk-madrasah/kemenag-luncurkan-kurikulum-berbasis-cinta-sebagai-ruh-pendidikan |
Halo, para pendidik, orang tua, dan Anda semua yang merindukan sistem pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan otak, tapi juga menghangatkan hati dan membentuk karakter mulia! Pernahkah Anda merasa bahwa pendidikan kita terkadang terlalu fokus pada angka, nilai, dan kompetisi, hingga melupakan esensi terdalam dari menjadi manusia?
Jika kegelisahan itu pernah menghampiri Anda, maka bersiaplah untuk menyambut sebuah terobosan monumental! Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) baru saja meluncurkan sebuah gagasan revolusioner: Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Ini bukan sekadar kurikulum biasa, lho. Ini adalah wajah baru pendidikan Islam yang lebih humanis, inklusif, dan spiritual, sebuah filosofi hidup yang menjadikan cinta sebagai poros utama dalam pembentukan karakter peserta didik!
Pada Kamis malam, 24 Juli 2025, di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Kemenag secara resmi menggelar peluncuran KBC. Acara ini bukan sekadar seremoni formal, melainkan sebuah penanda dimulainya transformasi mendalam dalam ekosistem pendidikan nasional kita.
Mari kita selami lebih dalam filosofi di balik KBC, lima nilai utamanya yang fundamental, serta bagaimana kurikulum ini akan membentuk generasi yang tidak hanya pintar, tapi juga beradab, toleran, dan cinta lingkungan.
"Mewujudkan Cinta dalam Ruh Pendidikan": Respons Atas Krisis Kemanusiaan Masa Kini
KBC hadir dengan semangat yang sangat kuat: "Mewujudkan Cinta dalam Ruh Pendidikan." Frasa ini merangkum inti dari kurikulum ini yang digagas sebagai respons konkret atas berbagai krisis yang kini melanda masyarakat kita. Kita bisa melihatnya di sekeliling kita:
- Krisis kemanusiaan: Konflik, kekerasan, dan kurangnya empati.
- Intoleransi: Sikap tertutup dan tidak menghargai perbedaan.
- Degradasi ekologi: Kerusakan lingkungan yang mengancam keberlangsungan hidup.
Pendidikan yang hanya berorientasi pada aspek kognitif semata, seperti yang disoroti oleh Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, dalam pidato peluncurannya, seringkali gagal membekali peserta didik dengan nilai-nilai ini. KBC datang untuk mengisi kekosongan tersebut.
Menag Nasaruddin Umar menegaskan bahwa kurikulum ini lahir dari kegelisahan atas dominasi pendidikan yang hanya berorientasi pada aspek kognitif semata. “Jangan sampai kita mengajarkan agama, tapi tanpa sadar menanamkan benih kebencian kepada yang berbeda. Kurikulum ini adalah upaya menghadirkan titik-titik kesadaran universal dan membangun peradaban dengan cinta sebagai fondasi,” ujar Menag.
Pernyataan ini adalah tamparan keras sekaligus panggilan jiwa. Betapa ironisnya jika pendidikan agama, yang seharusnya mengajarkan kasih sayang, justru menjadi lahan subur bagi intoleransi. KBC berupaya mengubah paradigma ini, menjadikan cinta sebagai bahasa universal yang mampu menjembatani perbedaan dan menyatukan umat manusia dalam harmoni.
Menag menambahkan bahwa spiritualitas harus kembali menjadi roh pendidikan, termasuk dalam konteks ekoteologi. Apa itu ekoteologi? Ini adalah kesadaran bahwa manusia bukan penguasa atas alam, melainkan bagian dari sistem kehidupan yang harus dijaga bersama.
"Teologi ini harus melahirkan logos yang berbuah menjadi habit. Jika itu terwujud, kita akan membentuk generasi yang kuat dalam moral, lembut dalam sikap, dan kokoh dalam kebersamaan,” tambah Menag. Ini berarti, pemahaman spiritual harus diwujudkan dalam tindakan nyata (habit) yang berlandaskan logika (logos) dan mengarah pada pembentukan karakter yang holistik. Sebuah visi yang sangat ambisius dan inspiratif!
Panca Cinta: Lima Pilar Utama Pembentuk Karakter Utuh
Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) tidak hadir tanpa arah. Ia dibangun di atas fondasi kokoh yang terdiri dari lima nilai utama, yang disebut Panca Cinta:
- Cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa: Ini adalah landasan spiritual, menanamkan keimanan dan ketakwaan, serta kesadaran akan peran manusia sebagai khalifah di bumi.
- Cinta kepada Diri dan Sesama: Mengajarkan penghargaan terhadap diri sendiri, empati, toleransi, dan kasih sayang kepada sesama manusia tanpa memandang perbedaan.
- Cinta kepada Ilmu Pengetahuan: Mendorong semangat belajar seumur hidup, kritis, inovatif, dan memanfaatkan ilmu untuk kemaslahatan bersama.
- Cinta kepada Lingkungan: Menumbuhkan kesadaran ekologis, tanggung jawab menjaga kelestarian alam, dan perilaku ramah lingkungan.
- Cinta kepada Bangsa dan Negeri: Memupuk rasa nasionalisme, patriotisme, bangga terhadap budaya sendiri, dan semangat berkontribusi untuk kemajuan Indonesia.
Kelima nilai ini menjadi kerangka dasar dalam membentuk perilaku dan visi hidup peserta didik. Yang menarik, nilai-nilai ini tidak hanya diintegrasikan dalam pelajaran agama semata, tetapi juga lintas mata pelajaran dan jenjang pendidikan. Artinya, semangat cinta akan meresapi setiap aspek pembelajaran, dari matematika hingga olahraga, dari jenjang PAUD hingga SMA/MA.
“Kita ingin madrasah dan sekolah menjadi ruang suci yang tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga menghangatkan jiwa,” ungkap Dirjen Pendidikan Islam, Amien Suyitno. Sebuah kalimat yang indah, merangkum esensi KBC: menciptakan lingkungan belajar yang holistik, di mana kecerdasan intelektual berjalan beriringan dengan kematangan emosional dan spiritual.
Proses Pengembangan yang Kolaboratif dan Respons Terhadap Tantangan Nyata
KBC bukan proyek yang dikerjakan secara tergesa-gesa. Dalam laporannya, Amien Suyitno menyampaikan bahwa KBC dikembangkan secara kolaboratif oleh Direktorat KSKK Madrasah sejak akhir 2024. Prosesnya melibatkan tahapan yang komprehensif:
Uji Coba di 12 Madrasah: Implementasi awal dilakukan di 12 madrasah yang tersebar di berbagai provinsi. Ini adalah langkah penting untuk mendapatkan feedback langsung dari lapangan dan menyesuaikan kurikulum agar relevan dengan kondisi riil.
Lima Kali Uji Publik: KBC juga melewati lima kali uji publik yang melibatkan pakar nasional terkemuka seperti Prof. Yudi Latif, Nyai Alissa Wahid, Haidar Bagir, dan Prof. Fasli Jalal. Keterlibatan para ahli ini menunjukkan keseriusan Kemenag dalam menyusun kurikulum yang berkualitas, berlandaskan kajian mendalam, dan memiliki legitimasi akademik yang kuat.
“Kita butuh kurikulum yang menyentuh akar—bukan hanya akal. Kurikulum yang membentuk empati, bukan sekadar mengisi memori,” tegas Amien Suyitno. Pernyataan ini menegaskan filosofi KBC yang ingin melampaui pendidikan kognitif semata, beranjak menuju pembentukan karakter yang lebih mendalam dan emosional.
Amien Suyitno juga menyoroti tantangan nyata yang menjadi dasar kelahiran KBC:
- Meningkatnya perundungan di sekolah: KBC akan membentuk empati dan rasa saling menghargai.
- Intoleransi sosial: KBC akan menanamkan nilai kebersamaan dan menerima perbedaan.
- Kerusakan lingkungan: Termasuk hilangnya jutaan hektare lahan produktif di Indonesia setiap tahun. KBC hadir untuk membentuk kesadaran ekologis sejak dini.
Dalam konteks itu, KBC hadir untuk membentuk kesadaran ekologis dan solidaritas sosial sejak dini. Ini adalah bukti bahwa KBC bukan kurikulum utopis, melainkan solusi pragmatis untuk masalah-masalah konkret yang kita hadapi di masyarakat.
Implementasi Bertahap dan Sinergi Antar Unit: Menjangkau Seluruh Madrasah dan Sekolah
Peluncuran KBC hanyalah awal. Kemenag telah menyiapkan strategi implementasi yang terukur dan terencana:
- Pelatihan daring melalui MOOC PINTAR: Memanfaatkan teknologi untuk menjangkau guru secara luas dengan platform pembelajaran online.
- Pelatihan Calon Pelatih: Mempersiapkan instruktur yang akan mendampingi guru-guru lain dalam mengimplementasikan KBC.
- Penguatan Pemantauan melalui program MAGIS: Dikembangkan bersama mitra strategis seperti INOVASI, untuk memastikan implementasi berjalan sesuai rencana dan efektif.
Sinergi antar unit di lingkungan Ditjen Pendis juga akan memperkuat eksekusi kurikulum ini, melibatkan:
- Direktorat GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan): Bertanggung jawab pada pengembangan kompetensi guru.
- Direktorat PAI (Pendidikan Agama Islam): Fokus pada materi dan metode pembelajaran PAI.
- Pusbangkom (Pusat Pengembangan Kompetensi): Mengembangkan standar kompetensi dan kurikulum.
Yang menarik, Kemenag secara simbolis juga menyerahkan panduan KBC kepada para guru sebagai rujukan mengintegrasikan nilai cinta ke dalam praktik pembelajaran sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa KBC tidak akan menjadi dokumen kaku, melainkan panduan hidup yang bisa diterapkan dalam setiap interaksi belajar mengajar.
“Kurikulum ini bukan hanya milik madrasah, tapi milik seluruh bangsa. Ia akan memperkuat tri pusat pendidikan: sekolah, rumah, dan masyarakat. Karena pendidikan yang utuh harus melibatkan semua pihak,” tambah Amien. Ini adalah pernyataan visioner, menegaskan bahwa KBC adalah gerakan nasional yang membutuhkan dukungan dari semua pihak.
Menyongsong Indonesia Emas 2045: Lahirkan Generasi Berpikir, Merasa, dan Bertindak dengan Cinta
KBC digadang-gadang sebagai kontribusi nyata Kementerian Agama RI dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Apa tujuan utamanya? Mencetak generasi yang tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga matang dalam spiritualitas, toleran, dan cinta lingkungan.
“Melalui KBC, kita ingin melahirkan generasi yang berpikir dengan cinta, merasa dengan cinta, dan bertindak dengan cinta. Pendidikan yang bukan hanya mencetak orang pintar, tapi membentuk manusia yang utuh,” pungkas Dirjen Pendis.
Inilah inti dari KBC: menciptakan manusia yang paripurna. Manusia yang tidak hanya mampu bersaing di kancah global dengan kecerdasan, tetapi juga memiliki hati nurani, empati, dan kepedulian. Manusia yang mampu mencintai Tuhannya, dirinya, sesamanya, ilmu, lingkungan, serta bangsa dan negaranya.
Kurikulum Berbasis Cinta bukan sekadar transformasi kurikulum biasa. Ini adalah sebuah gerakan nilai. Sebuah upaya berani untuk menciptakan ruang belajar yang tidak hanya mengasah nalar, tetapi juga menghidupkan nurani. Sebuah langkah berani menuju masa depan pendidikan yang tidak hanya membentuk kepala, tetapi juga hati dan karakter bangsa ini.
Apakah Anda siap menjadi bagian dari gerakan perubahan besar ini? Mari bersama-sama kita wujudkan pendidikan yang berlandaskan cinta, untuk Indonesia yang lebih baik!