Kurikulum Berbasis Cinta adalah Revolusi Sejati yang Akan Mengubah Wajah Pendidikan Islam?

Kurikulum Berbasis Cinta adalah Revolusi Sejati yang Akan Mengubah Wajah Pendidikan Islam? 

https://kemenag.go.id/nasional/lima-fokus-kurikulum-berbasis-cinta-dari-keimanan-sampai-pengamalan-eeh0k


Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa pelajaran agama yang seharusnya menumbuhkan kedamaian dan kebaikan, terkadang terasa kering dan sekadar hafalan? Mengapa kita sering kali hanya fokus pada "apa" yang diajarkan, bukan pada "bagaimana" ia dirasakan? Kementerian Agama (Kemenag) sepertinya memiliki jawaban untuk pertanyaan ini. Melalui sebuah terobosan revolusioner yang disebut Kurikulum Berbasis Cinta (KBC), Kemenag ingin mengubah paradigma pendidikan agama dari sekadar kognitif menjadi afektif. KBC bukan hanya tentang menambahkan mata pelajaran baru, tetapi tentang menanamkan sebuah jiwa dalam setiap aspek pembelajaran. Ini adalah sebuah upaya untuk mewujudkan lima dimensi religiusitas yang seringkali terabaikan, dan inilah yang akan menjadi kunci untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki hati yang lembut dan beradab. Mari kita selami lebih dalam, mengapa KBC adalah revolusi sejati yang akan mengubah wajah pendidikan Islam di Indonesia. 


Mengurai Lima Dimensi Religiusitas: Mengapa "Penghayatan" Menjadi Kunci yang Hilang? 

Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, Nyayu Khodijah, menjelaskan bahwa KBC dirancang untuk mewujudkan lima dimensi religiusitas: keimanan, pengetahuan, penghayatan, peribadatan, dan pengamalan. Kelima dimensi ini seperti sebuah rantai yang saling terhubung, di mana satu dimensi akan memperkuat dimensi lainnya. Namun, Nyayu menyoroti satu dimensi yang masih kurang optimal dalam pendidikan agama saat ini: penghayatan

Bayangkan, kita bisa mengajarkan anak-anak tentang keimanan (aspek kognitif), dan mereka bisa dengan lancar menghafal rukun iman. Kita bisa mengajarkan mereka pengetahuan tentang sejarah Islam, dan mereka bisa lulus dengan nilai sempurna. Kita juga bisa mengajarkan mereka peribadatan, dan mereka bisa melaksanakan sholat dengan khusyuk. Namun, jika aspek penghayatan tidak disentuh, semua itu akan terasa seperti sebuah ritual tanpa makna, sebuah pengetahuan tanpa pengalaman. Inilah yang menyebabkan pembelajaran agama belum berhasil secara maksimal. 

KBC hadir sebagai jawaban atas tantangan ini. Fokus KBC adalah pada semua dimensi, tetapi dengan penekanan khusus pada aspek afektif, atau penghayatan. Seperti yang dikatakan oleh Nyayu Khodijah, "Kegagalan dunia pendidikan itu karena memang tidak menyentuh aspek afektif. Padahal itu aspek yang sangat penting." Kegagalan ini melahirkan generasi yang mungkin cerdas secara intelektual, tetapi kering secara emosional dan spiritual. KBC ingin membalikkan keadaan ini, dengan memastikan bahwa setiap pelajaran agama tidak hanya masuk ke otak, tetapi juga meresap ke dalam hati. 


Dari Kognitif Menuju Afektif: Mengapa Kurikulum Nasional Harus Diperkaya? 

Haidar Bagir, seorang pemikir dan akademisi, sangat mengapresiasi inisiatif Kemenag ini. Ia menilai bahwa KBC akan menciptakan "revolusi yang luar biasa." Haidar Bagir mengingatkan kita tentang esensi cinta. Ia mengatakan bahwa cinta bukanlah persoalan kognitif, melainkan afektif. Cinta bukanlah sebuah konsep yang bisa dihafal atau sebuah rumus yang bisa dihitung. "Cinta adalah pengalaman, yang hanya bisa dialami dengan rasa," ungkapnya. 

Ini adalah sebuah pemahaman yang sangat mendalam. Kurikulum nasional saat ini, yang ditinjau dari Taksonomi Bloom, masih banyak berfokus pada aspek kognitif. Kita mengukur keberhasilan siswa dari seberapa banyak pengetahuan yang mereka serap. Namun, kita sering lupa untuk mengukur seberapa banyak nilai-nilai yang mereka hayati dan seberapa besar empati yang mereka rasakan. Haidar Bagir menegaskan, untuk mengetahui cinta, seseorang harus merasakan cinta itu sendiri. 

Lalu, bagaimana kita bisa mengajarkan pengalaman ini? Haidar Bagir memberikan beberapa petunjuk teknis. Ia menyarankan untuk menggunakan project-based learning yang menggabungkan beragam pengalaman belajar. Ini adalah sebuah metode yang sangat efektif. Daripada hanya menghafal teori, siswa akan terlibat dalam proyek-proyek nyata yang akan menguji kemampuan mereka dalam berkolaborasi, berempati, dan menemukan solusi. Ini adalah cara yang paling tepat untuk mengajarkan persoalan cinta. 

KBC bukanlah sebuah mata pelajaran khusus yang akan membebani siswa. Sebaliknya, ia harus "merembes ke seluruh aspek pendidikan." Ia harus menjadi sebuah roh yang hidup di setiap pelajaran, di setiap kegiatan, dan di setiap interaksi di lingkungan madrasah. 


Mewujudkan Revolusi: Dari Kelas hingga Komunitas 

Implementasi KBC akan menjadi sebuah perjalanan yang panjang dan membutuhkan komitmen dari semua pihak. Perlu adanya keteladanan oleh semua pihak, seperti yang disampaikan oleh Haidar Bagir. Guru harus menjadi teladan yang nyata. Mereka harus mengajar dengan penuh cinta dan kasih sayang, sehingga para siswa bisa merasakan pengalaman itu secara langsung. Kepala madrasah harus menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana nilai-nilai KBC bisa tumbuh dan berkembang. Dan orang tua harus menjadi mitra yang aktif, yang terus menanamkan nilai-nilai ini di rumah. 

KBC adalah sebuah upaya untuk mengembalikan pendidikan agama ke esensinya yang paling murni. Ia adalah sebuah upaya untuk melahirkan generasi yang tidak hanya memahami agama, tetapi juga mencintai agama, menghayati nilai-nilainya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah sebuah revolusi yang akan melahirkan generasi yang penuh dengan cinta, empati, dan spiritualitas. 


Ringkasan dan Ajakan Bertindak: Bersama Membangun Pendidikan Berbasis Cinta 

Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Kemenag adalah sebuah terobosan yang akan mengubah wajah pendidikan Islam di Indonesia. Kita telah melihat bahwa: 

KBC berfokus pada lima dimensi religiusitas, dengan penekanan pada aspek penghayatan yang seringkali terabaikan. 

KBC bertujuan untuk melengkapi kurikulum nasional yang masih terbatas pada aspek kognitif, dengan menambahkan dimensi afektif yang sangat penting. 

Para ahli menilai bahwa KBC adalah sebuah revolusi luar biasa yang akan mengubah pendidikan dari sekadar teori menjadi pengalaman. 

KBC akan diterapkan melalui project-based learning dan harus merembes ke seluruh aspek pendidikan

Ini adalah sebuah janji untuk menciptakan pendidikan yang lebih bermakna, lebih manusiawi, dan lebih relevan dengan tantangan zaman. 

Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Jika Anda adalah seorang guru, mulailah tanamkan nilai-nilai cinta dalam setiap pelajaran yang Anda berikan. Jika Anda adalah orang tua, berikan contoh nyata tentang bagaimana menghidupi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Dan jika Anda adalah seorang siswa, bukalah hati Anda untuk menerima pelajaran tidak hanya dengan otak, tetapi juga dengan rasa. Mari kita bersama-sama mewujudkan pendidikan berbasis cinta, karena pada akhirnya, pendidikan yang berlandaskan cinta akan melahirkan generasi yang penuh dengan cinta pula.

SiennaGrace

Selamat datang di DidikDigital.com! Kami hadir sebagai sahabat setia para pendidik. Temukan beragam artikel dan sumber daya: dari modul ajar praktis, update kurikulum terbaru (Dikdasmen & Kemenag), hingga tips meningkatkan kualitas pengajaran dan informasi asuransi yang melindungi profesi guru. Edukasi terbaik, kesejahteraan terjamin!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama