![]() |
https://kemenag.go.id/nasional/hadir-qur-an-terjemah-bahasa-makassar-dialek-lakiung-lebih-inklusif-lintas-generasi-bkstn |
Pernahkah Anda merasa bahwa makna sebuah teks sakral terasa begitu jauh karena disampaikan dalam bahasa yang kurang familiar? Bagi sebagian besar masyarakat, memahami kitab suci adalah sebuah perjuangan yang membutuhkan jembatan. Dan kini, Kementerian Agama (Kemenag) sedang membangun jembatan itu. Al-Qur'an kini hadir lebih dekat dengan masyarakat Makassar, tidak hanya dalam dialek Turatea, tetapi juga dalam dialek Lakiung yang lebih inklusif dan mudah dipahami lintas generasi. Ini bukan sekadar proyek penerjemahan. Ini adalah sebuah revolusi literasi keagamaan yang akan mendekatkan masyarakat dengan kitab sucinya, menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam, dan pada akhirnya, menciptakan masyarakat yang damai, toleran, dan penuh kasih sayang. Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana proyek ini menjadi tonggak penting dalam upaya Kemenag untuk menjadikan nilai-nilai keagamaan lebih hidup dan relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Mengapa Terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Daerah Begitu Penting?
Kepala Pusat Penilaian Buku Agama, Lektur, dan Literasi Keagamaan (PPBAL2K), Sidik Sisdiyanto, menegaskan bahwa program penerjemahan kitab suci ke bahasa daerah adalah upaya strategis untuk mendekatkan masyarakat dengan Al-Qur’an. Mungkin Anda berpikir, bukankah Al-Qur’an sudah tersedia dalam bahasa Indonesia? Ya, tentu. Namun, bagi masyarakat yang setiap hari menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu, terjemahan dalam dialek mereka sendiri akan memberikan pengalaman yang jauh lebih intim dan personal.
Sidik Sisdiyanto menjelaskan bahwa dengan adanya pemahaman yang baik terhadap kitab suci, diharapkan akan terbentuk masyarakat yang:
Beragama yang damai, toleran, dan penuh kasih sayang: Ketika makna Al-Qur'an dipahami dengan benar dan mendalam, nilai-nilai universalnya akan meresap ke dalam hati. Ini akan mengurangi kesalahpahaman, menumbuhkan toleransi, dan menciptakan sebuah masyarakat yang saling menghargai.
Senang membaca, menulis, dan menutur: Program ini juga sekaligus ingin mendukung penguatan literasi keagamaan. Ketika Al-Qur'an tersedia dalam bahasa yang mudah dipahami, minat untuk membaca, mempelajari, dan bahkan menghafalnya akan meningkat.
Mengamalkan kitab suci dalam kehidupan sehari-hari: Pada akhirnya, tujuan utama dari semua ini adalah pengamalan. Pemahaman yang mendalam akan membawa pada pengamalan yang tulus dan ikhlas, menjadikan Al-Qur'an tidak hanya sebagai teks suci, tetapi sebagai panduan hidup sehari-hari.
Untuk memastikan semua tujuan ini tercapai, proses penerjemahan tidak bisa dilakukan sembarangan. Proses validasi awal, yang berlangsung dari 9–11 September 2025 di Makassar, melibatkan tim penerjemah, tim validasi, akademisi, dan tim kerja PPBAL2K. Validasi ini penting untuk memastikan bahwa hasil terjemahan sesuai dengan kaidah Ulum al-Qur’an
, tata bahasa Makassar, dan budaya masyarakat penutur. Sidik Sisdiyanto menegaskan, "Validasi ini penting agar terjemahan Al-Qur’an sesuai kaidahnya, dan diterima sebagai karya akademik yang dapat dipertanggungjawabkan." Ini adalah sebuah komitmen terhadap kualitas dan akurasi.
Tantangan Besar: Konsistensi dan Keterbukaan untuk Revisi
Setiap proyek besar pasti memiliki tantangan, dan proyek penerjemahan ini tidak terkecuali. Prof. Idham, Ketua Tim Pelaksana Penerjemahan, mengungkapkan bahwa tantangan terbesar adalah menjaga konsistensi pemakaian istilah dari awal hingga akhir mushaf. Bayangkan, Al-Qur'an adalah sebuah kitab yang sangat luas, dengan berbagai istilah yang kompleks dan mendalam. Menjaga agar satu istilah memiliki terjemahan yang sama di seluruh mushaf adalah sebuah pekerjaan yang sangat teliti.
Untuk menjawab tantangan ini, tim penerjemah membentuk tim kecil khusus yang bertugas menjaga konsistensi istilah. Mereka juga melakukan diskusi dengan merujuk pada referensi akademik setiap kali ada perbedaan pandangan. Ini menunjukkan bahwa proyek ini tidak hanya didasarkan pada keinginan, tetapi juga pada ilmu pengetahuan dan metodologi yang ketat.
Prof. Idham juga menekankan bahwa proses penerjemahan adalah kerja dinamis yang terus berkembang seiring bertambahnya pengetahuan. Ia memberikan contoh yang sangat relevan: "Terjemahan Al-Qur’an bahasa Indonesia saja sudah tiga kali berubah, bahasa Mandar malah sampai empat kali. Jadi, wajar kalau kita pun harus terbuka untuk revisi." Pernyataan ini menunjukkan sebuah sikap yang sangat bijaksana dan ilmiah. Tim penerjemah sadar bahwa tidak ada hasil yang sempurna, dan mereka siap untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
Penyebaran dan Digitalisasi: Menjadikan Al-Qur’an Lebih Mudah Diakses Lintas Generasi
Hasil dari penerjemahan ini tidak hanya akan dicetak dalam bentuk buku. Kemenag juga memiliki visi yang lebih besar: digitalisasi. Sidik Sisdiyanto mengatakan bahwa hasil terjemahan ini akan didorong untuk masuk ke dalam program digitalisasi di aplikasi Qur’an Kemenag. Ini adalah sebuah langkah yang sangat progresif dan relevan dengan zaman ini. Di era digital, di mana banyak orang menggunakan ponsel pintar untuk mengakses informasi, digitalisasi akan memastikan bahwa Al-Qur'an terjemahan dialek Lakiung bisa diakses oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.
Sidik menambahkan bahwa saat ini masih ada sekitar 20 bahasa daerah lagi yang harus didigitalisasikan. Ini adalah sebuah pekerjaan besar yang menunjukkan komitmen Kemenag untuk melayani masyarakat di seluruh Indonesia. "Mudah-mudahan tahun depan termasuk bahasa Makassar yang akan segera kita sebarkan dan digitalisasikan," ucapnya.
Untuk memperkuat hasil terjemahan ini, naskah ini direncanakan akan dibuka melalui uji publik pada November 2025. Ini adalah sebuah langkah yang sangat inklusif. Kemenag ingin menghimpun masukan lebih luas dari masyarakat dan para pakar sebelum naskah ini disahkan. Ini adalah sebuah bukti bahwa Kemenag mendengarkan suara masyarakat, dan mereka ingin memastikan bahwa hasil terjemahan ini benar-benar diterima dan bermanfaat bagi semua orang.
Ringkasan dan Ajakan Bertindak: Sambutlah Revolusi Literasi Keagamaan!
Penerjemahan Al-Qur'an ke bahasa Makassar dialek Lakiung adalah sebuah tonggak penting dalam sejarah literasi keagamaan di Indonesia. Kita telah melihat bahwa:
Proyek ini adalah upaya strategis untuk mendekatkan masyarakat dengan Al-Qur'an dan menumbuhkan nilai-nilai damai, toleran, dan kasih sayang.
Proses penerjemahan dilakukan dengan metodologi yang ketat, dengan fokus pada konsistensi istilah dan keterbukaan untuk revisi.
Hasil terjemahan tidak hanya akan dicetak, tetapi juga akan didigitalisasi agar lebih mudah diakses.
Naskah ini akan melalui uji publik untuk memastikan bahwa ia benar-benar diterima oleh masyarakat.
Ini adalah sebuah langkah nyata dari Kemenag untuk membuat agama lebih relevan, lebih hidup, dan lebih inklusif. Ini adalah sebuah upaya untuk menjadikan Al-Qur'an bukan hanya sebagai kitab suci yang dibaca, tetapi juga sebagai panduan hidup yang dihayati.
Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Jika Anda adalah bagian dari masyarakat Makassar, sambutlah proyek ini dengan tangan terbuka. Bersiaplah untuk mendapatkan pengalaman yang baru dalam memahami Al-Qur'an. Jika Anda adalah bagian dari masyarakat Indonesia, mari kita dukung program-program seperti ini. Mari kita sebarkan berita baik ini, karena pada akhirnya, penerjemahan Al-Qur'an ke bahasa daerah adalah sebuah bukti bahwa kita adalah bangsa yang beragam, tetapi bersatu dalam keberagaman.