Transformasi Pedagogis: Mengapa PPG 2025 Menjadikan Guru Madrasah Arsitek Perubahan Berbasis Cinta

Transformasi Pedagogis: Mengapa PPG 2025 Menjadikan Guru Madrasah Arsitek Perubahan Berbasis Cinta  

https://pendis.kemenag.go.id/direktorat-guru-dan-tenaga-kependidikan/ppg-jadi-transformasi-pedagogis-guru-madrasah-bukan-sekadar-sertifikasi


Apakah Anda masih ingat guru favorit Anda saat di sekolah? Bukan hanya karena mereka hebat dalam mengajar, tetapi juga karena mereka menyentuh hati Anda. Mereka tidak hanya memberikan ilmu, tetapi juga menumbuhkan semangat. Di dalam sistem pendidikan, guru memanglah pusatnya. Namun, di era yang terus berubah ini, apakah peran mereka hanya sebatas mengajar di depan kelas? Tentu saja tidak. Mereka kini menjadi arsitek sejati, pembentuk karakter yang merangkai setiap pelajaran dengan sentuhan kasih sayang. 

Inilah inti dari apa yang tengah digalakkan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Pada Senin, 1 September 2025, melalui acara Orientasi Peserta PPG Dalam Jabatan Transformasi Batch II dan Batch III, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Fesal Musaad, secara tegas menyatakan bahwa Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2025 bukanlah sekadar program sertifikasi. Lebih dari itu, PPG adalah sebuah ruang refleksi dan transformasi pedagogis bagi guru madrasah

Mari kita selami lebih dalam, mengapa program ini begitu krusial, dan bagaimana guru madrasah kini tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi ujung tombak perubahan yang akan membentuk masa depan bangsa. 


Di Balik Sertifikasi: Memahami Makna Transformasi Pedagogis 

Mungkin selama ini kita sering mendengar istilah "sertifikasi guru". Sertifikasi sering kali identik dengan formalitas, dengan pengakuan legal atas kompetensi seorang guru. Namun, Fesal Musaad mengajak kita untuk melihat melampaui itu. Ia mengatakan, "Guru adalah ujung tombak sekaligus ujung tombok dalam pembelajaran." Pernyataan ini sangatlah tajam. Di satu sisi, guru adalah garda terdepan yang langsung berinteraksi dengan siswa. Di sisi lain, mereka juga menjadi "ujung tombok" atau target utama dari berbagai tuntutan dan harapan untuk meningkatkan mutu pendidikan. 

Dengan pemahaman ini, menjadi jelas mengapa peningkatan kualitas guru menjadi syarat mutlak. Madrasah memiliki misi besar: melahirkan lulusan yang kompetitif, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan zaman. Tentu saja, misi ini tidak mungkin tercapai tanpa guru yang memiliki kualitas, komitmen, dan kapasitas yang mumpuni. 

Transformasi pedagogis yang dimaksud Fesal Musaad adalah sebuah perubahan fundamental dalam cara guru mengajar. Ini bukanlah sekadar mempelajari metode baru, tetapi juga mengubah pola pikir. Guru diajak untuk merefleksikan kembali cara mengajar mereka. Apakah yang mereka lakukan sudah benar-benar efektif? Apakah materi yang mereka sampaikan benar-benar terserap oleh siswa? Apakah mereka sudah menjadi teladan yang baik? PPG menjadi sebuah ruang yang memaksa guru untuk bertanya pada diri sendiri dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. 

Program PPG ini membekali guru dengan pemahaman yang lebih dalam tentang psikologi perkembangan anak, inovasi pembelajaran, dan penggunaan teknologi. Namun, yang paling penting, ia menuntut guru untuk tidak hanya mengajar dengan kepala, tetapi juga dengan hati. Ini adalah sebuah revolusi kecil di dalam ruang-ruang kelas madrasah, yang akan membawa dampak besar pada cara anak-anak kita belajar dan tumbuh. 


Menghidupkan Filosofi Tai Chi dalam Pembelajaran 

Pernahkah Anda mendengar filosofi Tai Chi yang terkenal ini: “Saya mendengar, saya lupa. Saya lihat, saya ingat. Saya lakukan, saya memahami.” Filosofi ini, meskipun berasal dari budaya Timur, memiliki relevansi yang sangat kuat dengan praktik pendidikan modern. Fesal Musaad dengan cerdas mengutip filosofi ini untuk menjelaskan esensi dari transformasi yang sedang terjadi. 

Selama ini, metode pembelajaran sering kali berpusat pada guru. Guru berbicara, murid mendengar. Guru menampilkan presentasi, murid melihat. Namun, apakah metode ini benar-benar efektif? Sering kali, kita menyadari bahwa setelah beberapa saat, apa yang kita dengar dan lihat akan menguap begitu saja dari ingatan kita. Kita akan lupa. 

Inilah mengapa filosofi "Saya lakukan, saya memahami" menjadi sangat penting. Ia menekankan bahwa pemahaman sejati hanya akan lahir dari pengalaman langsung. Guru tidak bisa hanya menjadi seorang penceramah. Mereka harus menjadi fasilitator, yang memberikan ruang bagi siswa untuk mencoba, mempraktikkan, dan mengalami langsung proses belajar. 

Bayangkan seorang guru matematika yang tidak hanya menjelaskan rumus di papan tulis, tetapi juga mengajak siswanya untuk memecahkan masalah praktis yang ada di sekitar mereka. Atau seorang guru biologi yang tidak hanya menampilkan gambar DNA, tetapi juga mengajak siswanya untuk melakukan simulasi sendiri. Dari pengalaman-pengalaman inilah, anak-anak tidak hanya akan mengingat, tetapi juga akan benar-benar memahami. Mereka akan menjadi pembelajar yang aktif, bukan sekadar penerima pasif. 

Hal yang sama berlaku untuk guru dalam mengikuti PPG. Jika mereka hanya mendengar teori, mereka mungkin akan lupa. Jika mereka hanya melihat contoh, mereka hanya akan mengingat. Tetapi jika mereka mempraktikkan ilmu yang mereka dapatkan dalam mengajar, mereka akan memahami, dan di situlah terjadi transformasi yang sejati. Ini adalah sebuah siklus yang tidak pernah berhenti. Guru belajar, guru mempraktikkan, dan dari praktik itu, guru menjadi lebih baik, yang pada akhirnya akan membawa dampak positif pada murid-muridnya. 


Data Berbicara: Efektivitas PPG dalam Angka 

Program sebesar ini tentu membutuhkan data dan angka untuk membuktikan keberhasilannya. Kemenag memiliki target yang sangat ambisius untuk tahun 2025: 95.069 guru madrasah akan mengikuti PPG yang digelar dalam tiga gelombang. 

Angkatan I: Lebih dari 43.000 peserta 

Angkatan II: Sebanyak 32.000 guru 

Angkatan III: Dimulai pada September ini, diikuti oleh 18.000 guru 

Data ini menunjukkan skala program yang sangat masif. Kemenag berkomitmen penuh untuk menjangkau puluhan ribu guru, memberikan mereka kesempatan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme. 

Yang paling menarik, dan mungkin akan mengejutkan Anda, adalah tingkat kelulusan yang sangat tinggi. Hasil sementara menunjukkan tingkat kelulusan PPG mencapai 99,35 persen. Sebuah angka yang sangat impresif. Mengapa angka ini penting? Karena ia adalah bukti bahwa program PPG berjalan dengan sangat efektif. Ini menunjukkan bahwa materi yang diberikan relevan, instruktur yang mengajar berkualitas, dan para guru yang mengikutinya memiliki komitmen yang sangat tinggi. Tingkat kelulusan yang tinggi ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan hasil dari perencanaan yang matang dan kerja keras dari semua pihak yang terlibat. 


Madrasah Berbasis Cinta: Lebih dari Sekadar Kurikulum 

Anda mungkin pernah mendengar istilah "kurikulum berbasis cinta" yang disebutkan Fesal Musaad. Ini adalah gagasan besar dari Menteri Agama. Beliau menginginkan madrasah tampil sebagai ruang pembelajaran yang holistik, yang menyeimbangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Madrasah tidak hanya bertugas melahirkan lulusan yang cerdas, tetapi juga yang memiliki hati. 

Guru dan tenaga kependidikan madrasah adalah ujung tombak terwujudnya gagasan ini. Mengapa? Karena madrasah memiliki satu keunggulan unik yang mungkin tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain: religiusitas. Namun, religiusitas ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak dihidupkan oleh teladan seorang guru. Guru adalah penyalur nilai-nilai luhur. Mereka harus menjadi contoh hidup dari kasih sayang, empati, dan kecintaan pada bangsa. 

Ketika religiusitas madrasah dipadukan dengan keteladanan seorang guru, akan lahir generasi yang cerdas, berempati, dan berkarakter. Mereka akan menjadi individu yang tidak hanya mampu bersaing secara global, tetapi juga memiliki fondasi moral yang kuat. Mereka akan menjadi pemimpin masa depan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga adil dan penuh kasih sayang. 

Fesal Musaad juga menekankan bahwa guru madrasah harus terus menjadi teladan. Mereka harus menunjukkan semangat belajar yang tak pernah padam. Mereka harus menjadi contoh bagaimana menggunakan teknologi digital untuk kebaikan, bagaimana mencintai ilmu pengetahuan, dan bagaimana menghargai keberagaman. Mereka harus menjadi inspirasi bagi siswa-siswanya. 


Membangun Generasi Emas 2045: Misi yang Mengikat Kita Semua 

Semua upaya ini, dari transformasi pedagogis, penerapan filosofi "Saya lakukan, saya memahami," hingga tingginya angka kelulusan PPG, memiliki satu tujuan akhir: menyiapkan Generasi Emas 2045. Generasi ini bukanlah sekadar istilah kosong. Mereka adalah anak-anak kita yang akan menjadi tulang punggung bangsa di tahun 2045, ketika Indonesia merayakan satu abad kemerdekaannya. 

Untuk mencapai visi besar ini, kita membutuhkan guru yang kuat, madrasah yang berdaya saing, dan kurikulum yang tidak hanya fokus pada kecerdasan, tetapi juga pada karakter. Guru madrasah memiliki peran yang sangat vital dalam mewujudkan semua ini. Mereka adalah arsitek masa depan, yang dengan setiap pelajaran dan setiap sentuhan kasih sayang, mereka sedang membangun sebuah bangsa yang lebih cerdas, lebih berempati, dan lebih kuat. 

Fesal Musaad menutup sambutannya dengan sebuah pesan yang sangat menyentuh: "Impian haruslah tetap menyala, dengan apapun yang kita miliki, meskipun tidak sempurna." Ini adalah sebuah ajakan bagi kita semua. Mari kita dukung para guru madrasah dalam misi mulia ini. Mari kita menjadi bagian dari transformasi ini. 

Apa yang bisa kita lakukan hari ini untuk menjadi bagian dari Generasi Emas 2045?

SiennaGrace

Selamat datang di DidikDigital.com! Kami hadir sebagai sahabat setia para pendidik. Temukan beragam artikel dan sumber daya: dari modul ajar praktis, update kurikulum terbaru (Dikdasmen & Kemenag), hingga tips meningkatkan kualitas pengajaran dan informasi asuransi yang melindungi profesi guru. Edukasi terbaik, kesejahteraan terjamin!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama