Bagaimana Ketentuan Teknis Kepala KUA di Masa Mendatang? Ini Penjelasannya
Bayangkan Anda seorang Penyuluh Agama Islam atau Penghulu, yang selama ini bekerja dengan penuh dedikasi di lingkungan Kantor Urusan Agama (KUA). Pernahkah Anda membayangkan bisa memimpin lembaga tempat Anda mengabdi? Jika pertanyaan ini muncul di benak Anda, sekarang saatnya untuk membuka lembaran baru. Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) telah membuka jalan lebar-lebar lewat regulasi terbaru yang mengubah lanskap kepemimpinan di KUA. Mari kita telusuri bersama perubahan penting ini dan apa maknanya bagi masa depan layanan keagamaan di Indonesia.
https://cdn.kemenag.go.id/storage/posts/4_3/mid/186236.jpg
KUA Bukan Sekadar Kantor Pencatatan Nikah
Selama ini, mungkin sebagian besar masyarakat mengenal KUA hanya sebagai tempat mendaftarkan pernikahan. Namun sebenarnya, fungsi KUA jauh lebih luas dari itu. KUA adalah pusat layanan keagamaan di tingkat kecamatan. Ia menjadi tempat masyarakat mengakses bimbingan keagamaan, konsultasi, bahkan penyelesaian masalah-masalah keagamaan yang kompleks. Maka tak heran jika kepala KUA memegang peran strategis dalam menjaga kualitas layanan publik di bidang keagamaan.
Perubahan Penting dalam PMA Nomor 24 Tahun 2024
Regulasi yang menjadi sorotan utama kita kali ini adalah Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 2024. Dalam regulasi ini, terdapat satu perubahan fundamental: jabatan kepala KUA kini tidak lagi eksklusif untuk penghulu. Penyuluh Agama Islam, yang selama ini dikenal sebagai agen perubahan sosial melalui pendekatan keagamaan di masyarakat, juga mendapat peluang yang sama besar untuk menjabat sebagai kepala KUA. Ini adalah langkah progresif.
Wildan Hasan Syadzili, Kasubdit Bina Kelembagaan dan Mutu Layanan KUA, menyampaikan langsung kabar ini dalam acara Kalibrasi Standar Kompetensi Jabatan SDM KUA yang berlangsung di Bandung pada 28 Mei 2025. “Dengan perubahan ini, kepala KUA tidak hanya bisa berasal dari penghulu, tetapi juga dari Penyuluh Agama Islam. Bahkan, KUA bisa dipimpin oleh Penyuluh Agama Islam perempuan,” ujarnya tegas.
Landasan Yuridis dan Kelembagaan
Pembaruan ini tak datang tiba-tiba. Ia berlandaskan pada PermenPANRB Nomor 2 Tahun 2023 tentang Unit Pelaksana Teknis (UPT). Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa KUA sebagai UPT di bawah Ditjen Bimas Islam dapat dipimpin oleh jabatan fungsional yang sesuai, yaitu Penghulu dan Penyuluh Agama Islam. Inilah yang kemudian membuka pintu bagi transformasi kepemimpinan yang lebih inklusif. Kemenag berupaya tidak hanya mengisi kekosongan jabatan secara cepat dan tepat, tetapi juga membangun budaya kolaborasi yang sehat antar lini di KUA.
Seleksi Kepala KUA: Mudah, Cepat, dan Tetap Kredibel
Wildan menegaskan bahwa proses seleksi calon kepala KUA kini dirancang agar lebih efisien, tanpa mengorbankan kualitas. “Pak Dirjen (Bimas Islam) selalu mengingatkan kami agar fokus pada solusi. Kekosongan jabatan kepala KUA harus segera teratasi karena kebutuhan layanan KUA sangat bergantung pada keberadaan kepala KUA definitif,” ujarnya.
Dengan sistem baru ini, para Penyuluh Agama Islam tidak hanya terlibat di luar sistem, tapi bisa berada di pusat pengambilan keputusan. Mereka kini menjadi bagian dari penggerak utama pelayanan keagamaan berbasis kecamatan.
Peran Tetap Berdasarkan Fungsi Asal
Kini mari kita bicara tentang tugas. Apakah penyuluh yang menjadi kepala KUA akan mengambil alih peran penghulu? Jawabannya: tidak. Wildan memastikan bahwa tupoksi (tugas pokok dan fungsi) tetap dijalankan berdasarkan fungsi jabatan asal. Penghulu tetap bertanggung jawab atas pencatatan nikah dan bimbingan masyarakat Islam, sedangkan penyuluh tetap pada peran sebagai pembina umat.
Kepala KUA dari unsur penyuluh tidak akan serta merta mengambil alih tugas penghulu, begitu pun sebaliknya. Hal ini menjaga profesionalitas dan kualitas layanan, sekaligus menghindari tumpang tindih kewenangan.
Kepala KUA Adalah Fungsi Manajerial
Di sinilah esensi reformasi ini makin terlihat. Wildan menegaskan bahwa jabatan kepala KUA kini dipandang sebagai fungsi manajerial yang bersifat struktural, bukan teknis. Artinya, siapapun kepala KUA, ia bertugas mengelola, mengawasi, dan memastikan semua layanan berjalan optimal. “Dulu, kepala KUA adalah penghulu, dan penghulu adalah kepala KUA. Sekarang, kepala KUA adalah entitas berbeda. Ia bisa berasal dari penyuluh atau penghulu, tapi ia fokus pada manajemen,” jelas Wildan.
Bagaimana dengan dokumen pencatatan nikah? Tenang saja, legalitas tetap dijamin. Meski kepala KUA berasal dari penyuluh, penandatanganan dokumen nikah tetap dilakukan oleh penghulu sebagai Pejabat Pencatat Nikah (PPN).
Ketentuan Teknis: Dinanti dalam Waktu Dekat
Tentu saja, perubahan besar seperti ini membutuhkan landasan teknis yang solid. Menurut Wildan, saat ini Kemenag sedang menyusun ketentuan teknis pelaksanaan PMA Nomor 24 Tahun 2024. Targetnya, semua ketentuan selesai dalam waktu satu tahun sejak PMA ini diundangkan, yaitu Oktober 2025. “Kami sedang merancang teknis pelaksanaannya. Ini tidak bisa gegabah. Harus mempertimbangkan konfigurasi sosial di masing-masing KUA. Ada KUA yang hanya punya satu penghulu, ada yang dua, bahkan ada yang masih kosong,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa Kemenag tidak hanya mengatur di atas kertas, tetapi benar-benar mempertimbangkan dinamika di lapangan.
Kepemimpinan Inklusif: Perempuan Juga Bisa
Salah satu babak paling menarik dari kebijakan ini adalah terbukanya jalan bagi penyuluh agama perempuan untuk menjadi kepala KUA. Ini adalah langkah nyata menuju keadilan gender dalam birokrasi keagamaan. Bayangkan, di masa depan, Anda bisa datang ke KUA dan melihat seorang perempuan bijak dan tegas memimpin pelayanan umat. Bukankah ini bentuk nyata Islam yang rahmatan lil ‘alamin? Kemenag ingin menunjukkan bahwa institusi keagamaan juga bisa menjadi pelopor inklusi. Bahwa siapa pun yang kompeten, tanpa memandang gender, bisa mengemban amanah besar sebagai kepala KUA.
Menuju Masa Depan KUA yang Modern dan Responsif
Transformasi ini bukan sekadar soal siapa yang duduk di kursi kepala KUA. Ini tentang bagaimana KUA menjawab tantangan zaman. Di tengah masyarakat yang makin kompleks dan beragam, layanan keagamaan tidak boleh tertinggal.
Dengan pola kepemimpinan baru ini, diharapkan KUA menjadi lebih adaptif, responsif, dan profesional. Kehadiran penyuluh sebagai pemimpin akan membawa semangat pembaruan. Sementara penghulu, dengan peran teknis yang tetap kuat, akan memastikan kualitas layanan pencatatan nikah tidak terganggu.
Kesimpulan: Buka Peluang, Bangun Sinergi
Sahabat pembaca, perubahan adalah keniscayaan. Apa yang dilakukan Kemenag lewat PMA Nomor 24 Tahun 2024 adalah langkah maju untuk menata ulang struktur birokrasi KUA agar lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Apakah Anda seorang penyuluh? Saatnya bersiap. Apakah Anda seorang penghulu? Saatnya membangun sinergi. Apakah Anda bagian dari masyarakat? Saatnya percaya bahwa layanan keagamaan di Indonesia tengah menuju arah yang lebih baik: lebih inklusif, lebih profesional, dan lebih melayani. Jangan lewatkan momen ini. Mari dukung transformasi KUA menuju masa depan yang penuh harapan!