Tiga Pilar Strategis Menuju Nol Persen Kemiskinan Ekstrem: Pemerintah Revitalisasi Bansos, Akreditasi Panti, dan Perkuat Sekolah Rakyat

Tiga Pilar Strategis Menuju Nol Persen Kemiskinan Ekstrem: Pemerintah Revitalisasi Bansos, Akreditasi Panti, dan Perkuat Sekolah Rakyat 

https://kemensos.go.id/berita-terkini/menteri-sosial-1/Menko-PM-dan-Mensos-Sepakat-Akreditasi-Panti-Asuhan-Fokus-pada-Kualitas,-Berbasis-Reward-and-Punishment


Pernahkah Anda bertanya-tanya, mengapa begitu banyak program bantuan sosial (bansos) diluncurkan, tetapi masalah kemiskinan seolah tak kunjung usai? Mengapa kita sering mendengar cerita tentang bantuan yang salah sasaran, atau tentang panti asuhan yang lebih mirip tempat penampungan daripada lembaga pengasuhan? Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar keluhan, melainkan cerminan dari tantangan sistemik yang telah lama menghantui bangsa kita. 

Namun, kabar baik datang langsung dari pusat pemerintahan. Pada 19 Agustus 2025, sebuah pertemuan penting berlangsung di Kantor Kemenko Pemberdayaan Masyarakat. Pertemuan ini menghadirkan dua figur kunci: Menteri Koordinator (Menko) Pemberdayaan Masyarakat (PM) Abdul Muhaimin Iskandar dan Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul). Mereka tidak hanya bertemu untuk membahas masalah, tetapi untuk menegaskan sebuah komitmen besar: melakukan reformasi total pada sistem kesejahteraan sosial. 

Rapat ini menyepakati sebuah strategi yang didasarkan pada tiga pilar utama: reformasi sistem akreditasi panti asuhan, pembangunan basis data tunggal yang valid, dan perluasan model Sekolah Rakyat. Ini adalah sebuah strategi yang komprehensif, terintegrasi, dan dirancang untuk memastikan setiap rupiah bantuan benar-benar membawa perubahan dan mengakhiri kemiskinan ekstrem. Mari kita selami lebih dalam, mengapa setiap pilar ini sangat krusial, dan bagaimana langkah ini akan mengubah masa depan bangsa kita. 


Pilar Pertama: Mereformasi Panti Asuhan, Mengubah Formalitas Menjadi Kualitas 

Salah satu persoalan paling mendesak yang diangkat dalam pertemuan ini adalah kondisi panti asuhan di Indonesia. Mensos Gus Ipul mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan: masih banyak Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) tidak terakreditasi, dan lebih dari 2.000 lembaga fiktif hanya bermodal papan nama. Di balik angka-angka ini, ada sebuah realitas yang lebih memilukan: lebih dari 85% anak di panti asuhan bukan yatim piatu, melainkan masih memiliki salah satu orang tua. 

Realitas ini menegaskan bahwa panti asuhan telah menjadi solusi yang tidak ideal. Gus Ipul dengan tegas mengatakan, “Kalau akreditasi tidak memberi insentif atau sanksi, orang enggan memperbaiki layanan. Ini yang akan kita ubah.” 

Kementerian Sosial kini tengah merevisi Permensos agar akreditasi tidak lagi sekadar formalitas administrasi, melainkan menjadi instrumen penjamin kualitas pengasuhan yang sesungguhnya. LKS yang melanggar standar akan dikenai sanksi tegas, sementara yang memenuhi standar akan mendapat penghargaan

Penting untuk diingat bahwa biaya pengurusan anak di panti bisa 5–10 kali lebih besar daripada pengasuhan berbasis keluarga. Dengan biaya sebesar itu, regulasi ini harus diarahkan pada peningkatan kualitas dan bukan hanya legalitas. Ini adalah sebuah langkah yang tidak hanya etis, tetapi juga ekonomis. Dengan sistem baru ini, kita memastikan bahwa dana yang disumbangkan masyarakat, baik dari filantropi maupun sumber lain, benar-benar digunakan untuk memberikan pengasuhan yang layak dan membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang mandiri. 


Pilar Kedua: Melawan Data Liar, Membangun Basis Data Tunggal yang Akuntabel 

Persoalan utama yang menjadi akar dari ketidaktepatan sasaran bansos adalah data. Selama ini, data kemiskinan tersebar di berbagai kementerian dan lembaga, dengan kriteria yang berbeda-beda. Akibatnya, tingkat ketidaktepatan sasaran sangat tinggi. Data menunjukkan 45% untuk bansos Kemensos dan yang lebih mencengangkan, 82% untuk subsidi BBM tidak tepat sasaran. Ini adalah pemborosan besar, sebuah ironi di mana dana yang seharusnya membantu orang miskin justru mengalir ke kantong yang salah. 

Untuk mengatasi ini, Menko PM Abdul Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa semua penyaluran bansos wajib berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Presiden telah mengeluarkan Perpres No. 4/2025 yang menugaskan BPS sebagai satu-satunya lembaga kredibel untuk verifikasi dan validasi data kemiskinan. 

Gus Ipul dengan tegas menekankan, “Kalau masing-masing pakai data sendiri, masalah tidak akan selesai. Kritik boleh, masukan boleh, tapi semua harus berbasis BPS.” Ini adalah sebuah panggilan untuk disiplin dan kolaborasi di antara seluruh kementerian dan lembaga. Dengan satu data, pemerintah bisa memastikan setiap program bantuan, dari PKH, bantuan sembako, bantuan yatim piatu, hingga permakanan lansia, benar-benar menjangkau mereka yang paling membutuhkan. 


Pilar Ketiga: Digitalisasi dan Sekolah Rakyat, Jembatan Menuju Kemandirian 

Selain perbaikan data, pemerintah juga melakukan terobosan dalam penyaluran bansos. Kini, penyaluran bansos reguler tengah disiapkan untuk didigitalisasi melalui aplikasi yang dikembangkan oleh Dewan Ekonomi Nasional (DEN). Uji coba sudah dilakukan di Banyuwangi, menggunakan sistem conditional cash transfer berbasis Payment ID Bank Indonesia. Sistem ini memungkinkan bansos hanya bisa digunakan untuk kebutuhan dasar seperti sembako, memastikan bantuan tidak disalahgunakan. 

Namun, bansos bukanlah solusi akhir. Pemerintah bertekad untuk membawa masyarakat keluar dari ketergantungan pada bansos. Inilah peran sentral dari Sekolah Rakyat

Sekolah Rakyat, yang kini telah berkembang menjadi 165 titik, disebut sebagai miniatur penanggulangan kemiskinan. Program ini tidak hanya berfokus pada pendidikan anak. Ia menggabungkan berbagai intervensi holistik: pendidikan anak, pemberdayaan orang tua melalui Koperasi Desa Merah Putih, perbaikan rumah, bantuan kesehatan, hingga bansos lengkap bagi keluarga miskin ekstrem

Pendekatan ini sangat efektif karena menyentuh setiap aspek kehidupan keluarga miskin. Tujuan besarnya adalah untuk menciptakan kemandirian. Targetnya, setiap tahun ada 350 ribu keluarga graduasi dari bansos, sebuah langkah nyata yang akan memutus rantai kemiskinan dari akarnya. 


Sebuah Visi yang Terintegrasi dan Penuh Harapan 

Pada akhirnya, semua inisiatif ini—akreditasi panti, digitalisasi bansos, dan Sekolah Rakyat—adalah bagian dari strategi besar yang sama. “Semua butuh regulasi yang kuat, pengawasan yang konsisten, serta partisipasi masyarakat,” tegas Gus Ipul. 

Ini adalah sebuah janji. Sebuah komitmen yang terintegrasi dan didukung oleh data untuk mencapai target ambisius: nol persen kemiskinan ekstrem pada 2026

Dengan transparansi, akuntabilitas, dan kolaborasi, pemerintah bertekad untuk memastikan bahwa setiap rupiah bantuan sosial, setiap program, dan setiap kebijakan benar-benar sampai ke tangan yang tepat dan membawa perubahan yang berkelanjutan. Ini adalah sebuah langkah besar, sebuah perjalanan yang akan kita tempuh bersama-sama.

SiennaGrace

Selamat datang di DidikDigital.com! Kami hadir sebagai sahabat setia para pendidik. Temukan beragam artikel dan sumber daya: dari modul ajar praktis, update kurikulum terbaru (Dikdasmen & Kemenag), hingga tips meningkatkan kualitas pengajaran dan informasi asuransi yang melindungi profesi guru. Edukasi terbaik, kesejahteraan terjamin!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama