Guru Difabel Bukan Objek Belas Kasihan, Mereka Pejuang Pengetahuan! Kemenag Gelar PPG Inklusif: Kebijakan Afirmasi dan Pendampingan Moral Berkelanjutan sebagai Wajah Nyata Keadilan Sosial!

Guru Difabel Bukan Objek Belas Kasihan, Mereka Pejuang Pengetahuan! Kemenag Gelar PPG Inklusif: Kebijakan Afirmasi dan Pendampingan Moral Berkelanjutan sebagai Wajah Nyata Keadilan Sosial! 

https://ppg.kemenag.go.id/news/detail/bCzTM/nasional


Pernahkah Anda melihat sebuah sistem pendidikan yang benar-benar menerapkan inklusivitas bukan hanya di atas kertas, tetapi dalam praktik paling kritis, seperti ujian profesi guru? Di tengah gemuruh Uji Pengetahuan (UP) Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan (Daljab) 2025, Kementerian Agama (Kemenag) RI mengambil langkah bersejarah dengan memberikan perhatian dan afirmasi khusus bagi ratusan guru difabel yang turut serta. Dirjen Pendidikan Islam, Amien Suyitno, dengan tegas menyatakan: “Guru difabel bukan objek belas kasihan, mereka adalah pejuang pengetahuan. Tugas negara adalah memastikan setiap perjuangan mereka diakui dan difasilitasi secara bermartabat.” Inklusivitas, bagi Kemenag, adalah amanat moral dan spiritual yang harus diwujudkan, menjadikan Pendidikan Islam sebagai pionir dalam praktik keadilan sosial. Kami akan membedah mengapa afirmasi ini adalah bentuk keberpihakan yang luhur, bagaimana pendampingan teknis dan moral dilakukan secara real-time, dan mengapa semangat guru difabel menjadi energi moral bagi seluruh insan pendidikan untuk terus memperbaiki sistem. 


Pilar 1: Inklusivitas sebagai Amanat Moral dan Wajah Keadilan Sosial 

Dirjen Pendis, Amien Suyitno, menegaskan bahwa kebijakan afirmasi bagi guru difabel dalam PPG adalah cerminan dari komitmen Kemenag terhadap nilai-nilai fundamental. 

A. Pendidikan Adalah Hak Setiap Insan: 

Suyitno menekankan bahwa pendidikan adalah hak yang bersifat universal dan tidak boleh dibatasi oleh kondisi fisik: 

“Pendidikan adalah hak setiap insan, tanpa terkecuali. Kita ingin memastikan bahwa tidak ada satu pun guru yang tertinggal hanya karena keterbatasan fisik.” 

Amanat Moral: Inklusivitas bukan sekadar konsep, melainkan amanat moral dan spiritual yang harus diwujudkan dalam setiap kebijakan. 

B. Guru Difabel: Pejuang dan Inspirasi Moral: 

Kemenag melihat guru difabel bukan sebagai kelompok yang memerlukan simpati, melainkan sebagai sosok yang menginspirasi: 

Pengakuan Martabat: “Guru difabel bukan objek belas kasihan, mereka adalah pejuang pengetahuan. Tugas negara adalah memastikan setiap perjuangan mereka diakui dan difasilitasi secara bermartabat,” tegas Suyitno. 

Energi Moral: Kehadiran mereka di ruang PPG adalah inspirasi tersendiri. “Mereka mengajarkan kepada kita bahwa keterbatasan fisik tidak pernah menjadi penghalang bagi kemuliaan profesi. Justru semangat mereka menjadi energi moral bagi kita semua untuk terus memperbaiki sistem pendidikan,” lanjut Amien. 

C. Pendidikan Islam Sebagai Pionir Keadilan: 

Kebijakan afirmasi ini adalah implementasi nyata dari nilai-nilai moderasi beragama dan keseimbangan

Praktik Keadilan: "Pendidikan Islam harus menjadi pionir dalam praktik keadilan sosial." 

Wajah Nyata Moderasi: "Ketika kita bicara moderasi dan keseimbangan, maka inklusivitas menjadi wajah nyata dari nilai-nilai itu." Afirmasi bagi guru difabel adalah bentuk keberpihakan yang luhur


Pilar 2: Pendampingan Total dan Berkelanjutan (UP hingga UKin

Komitmen inklusivitas Kemenag tidak hanya berhenti pada retorika, tetapi diwujudkan melalui pendampingan teknis dan moral yang terukur sepanjang proses PPG. 

A. Memastikan Kesempatan yang Sama: 

Panitia Nasional PPG Kemenag, M. Munir (Direktur Pendidikan Agama Islam), menjelaskan langkah-langkah konkret yang diambil: 

Dukungan Teknis dan Moral: Dukungan bagi peserta difabel dilakukan melalui pendampingan teknis dan moral selama proses ujian berlangsung. 

Hak Kesetaraan: "Semua guru, termasuk yang difabel, berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh sertifikat pendidik profesional." 

B. Pendampingan Bukan Sekadar Administrasi, tapi Dukungan Psikologis: 

Kehadiran pendamping dalam ujian memiliki fungsi ganda: 

Fasilitasi Teknis: Membantu peserta difabel dalam mekanisme teknis ujian. 

Dukungan Psikologis: "Kehadiran pendamping tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menjadi bagian dari sistem dukungan psikologis bagi peserta." 

Komitmen Pengawalan: Munir menegaskan komitmen pengawalan: “Ya sudah, diikutin nanti dibantu Bu ya, pendampingnya tolong dibantu, dikawal. Nanti data-data yang difabel insya Allah akan menjadi catatan lah buat kita nanti ya.” 

C. Pengawalan Hingga Tuntas (UKin) dan Jangka Panjang: 

Perhatian Kemenag tidak akan berhenti di Uji Pengetahuan (UP). 

 Fase Berlanjut: Perhatian terhadap peserta difabel akan terus berlanjut hingga Uji Kinerja (UKin). "Nanti kita kawal yang difabel-difabel ini sampai tuntas. Tapi tetap diikuti prosedurnya, disiapkan UKin-nya dengan baik,” tegas Munir. 

Langkah Strategis Jangka Panjang: Kebijakan afirmatif ini bukan sekadar respons situasional, melainkan langkah strategis jangka panjang. “Kami ingin memastikan model afirmasi ini berkelanjutan. Ke depan, Kemenag akan terus memperbaiki mekanisme teknis, memperluas jangkauan, dan menyiapkan instrumen yang lebih ramah bagi peserta difabel,” jelasnya. 


Pilar 3: PPG sebagai Ruang Penghargaan dan Kehadiran Negara 

Pelaksanaan PPG yang inklusif ini menjadi bukti bahwa negara hadir untuk memastikan setiap guru, terlepas dari kondisi fisik mereka, mendapatkan hak dan pengakuan yang setara. 

A. Keadilan Pelaksanaan dan Pengalaman Positif: 

Dengan pelaksanaan yang inklusif dan pendampingan yang terukur, Kemenag menargetkan: 

Pelaksanaan Adil: Penyelenggaraan UP PPG Daljab Batch 3 berjalan lancar dan adil. 

Pengalaman Positif: Memberikan pengalaman positif bagi seluruh peserta, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. 

B. Pengakuan yang Setara: 

Munir menutup dengan penegasan bahwa inti dari seluruh upaya ini adalah pengakuan yang setara dari negara: 

“PPG bukan hanya ujian kompetensi, tetapi juga ruang penghargaan bagi dedikasi guru. Negara hadir untuk memastikan setiap guru, tanpa terkecuali, mendapatkan hak dan pengakuan yang setara.” 

Inilah reformasi pendidikan Islam yang sesungguhnya: memastikan bahwa tidak ada satu pun guru yang tertinggal dalam kereta pengakuan profesional hanya karena keterbatasan fisik. Semangat juang guru difabel menjadi benchmarking moral bagi kita semua. 


Ringkasan dan Ajakan Bertindak: Angkat Topi untuk Pejuang Pengetahuan! 

Kemenag telah menunjukkan komitmen luar biasa terhadap pendidikan inklusif melalui afirmasi bagi ratusan guru difabel dalam UP PPG Daljab 2025. 

Amanat Moral: Inklusivitas adalah amanat moral dan wajah nyata dari keadilan sosial dan moderasi beragama. 

Status: Guru difabel adalah pejuang pengetahuan, bukan objek belas kasihan. 

Dukungan Total: Pendampingan bersifat teknis dan moral, dan akan berlanjut hingga UKin sebagai langkah strategis jangka panjang. 

Negara Hadir: PPG adalah ruang penghargaan bagi dedikasi guru, menjamin hak dan pengakuan yang setara. 

Kisah para guru difabel ini adalah cambuk motivasi bagi kita semua: keterbatasan fisik tidak pernah menghalangi kemuliaan profesi. Justru semangat mereka menuntut kita yang "sempurna" untuk bekerja lebih keras dan memperbaiki sistem agar lebih adil. 

Sebagai bagian dari masyarakat atau insan pendidikan, bagaimana Anda akan meneladani semangat pejuang pengetahuan dari guru-guru difabel ini, dan langkah advokasi atau dukungan konkret apa yang akan Anda berikan untuk memastikan kebijakan afirmasi ini berkelanjutan di lingkungan pendidikan Anda?

SiennaGrace

Selamat datang di DidikDigital.com! Kami hadir sebagai sahabat setia para pendidik. Temukan beragam artikel dan sumber daya: dari modul ajar praktis, update kurikulum terbaru (Dikdasmen & Kemenag), hingga tips meningkatkan kualitas pengajaran dan informasi asuransi yang melindungi profesi guru. Edukasi terbaik, kesejahteraan terjamin!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

iklan 1

iklan 2