Menag Nasaruddin Umar Komandoi PPG Inklusif: Ratusan Guru Difabel Dikawal Tuntas Hingga Uji Kinerja! Kemenag Tegaskan Afirmasi Bukan Belas Kasihan, Tapi Amanat Moral dan Rahmatan Lil 'Alamin
https://pendis.kemenag.go.id/direktorat-pendidikan-agama-islam/up-ppg-daljab-batch-3-kemenag-memasuki-hari-kedua-ratusan-peserta-difabel-mendapat-perhatian-khusus
Sebagai seorang guru atau pemerhati pendidikan, pernahkah Anda merenungkan sejauh mana sistem pendidikan benar-benar menjangkau semua orang, tanpa memandang keterbatasan fisik? Di tengah pelaksanaan Uji Pengetahuan (UP) Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan (Daljab) Batch 3 Tahun 2025, Kementerian Agama (Kemenag) secara gamblang menunjukkan komitmennya terhadap inklusivitas sejati. Ratusan peserta difabel kini dikawal dengan perhatian khusus dan kebijakan afirmasi yang luhur. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menegaskan: "Guru difabel bukan objek belas kasihan, mereka adalah pejuang pengetahuan." Kebijakan ini, menurutnya, adalah "amanat moral dan spiritual" serta bagian dari pendekatan rahmatan lil ‘alamin dalam pendidikan Islam. Kami akan membedah secara mendalam bagaimana Kemenag mewujudkan kesetaraan hak ini, mengapa Dirjen Pendis Amien Suyitno menyebut inklusivitas sebagai "wajah nyata moderasi," dan bagaimana Panitia Nasional PPG M. Munir memastikan pendampingan teknis dan psikologis bagi para peserta difabel ini akan berlanjut hingga Uji Kinerja (UKin), menjadi langkah strategis jangka panjang, bukan sekadar respons sesaat!
Pilar 1: Integritas Inklusivitas (Melawan Diskriminasi dengan Amanat Moral)
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menempatkan kebijakan afirmasi ini sebagai wujud komitmen mendasar negara terhadap setiap warga negara.
A. Hak Pendidikan yang Absolut:
Menag menegaskan bahwa tidak boleh ada pengecualian dalam akses pendidikan, terutama bagi para guru yang berjuang demi profesionalitasnya:
“Pendidikan adalah hak setiap insan, tanpa terkecuali. Kita ingin memastikan bahwa tidak ada satu pun guru yang tertinggal hanya karena keterbatasan fisik.”
Bukan Konsep, tapi Amanat: "Inklusivitas bukan sekadar konsep, melainkan amanat moral dan spiritual yang harus diwujudkan dalam setiap kebijakan.”
B. Mengangkat Status: Pejuang Pengetahuan:
Kemenag secara eksplisit mengubah narasi publik tentang guru difabel. Mereka dipandang sebagai subjek utama, bukan objek simpati:
Penghargaan Martabat: “Guru difabel bukan objek belas kasihan, mereka adalah pejuang pengetahuan. Tugas negara adalah memastikan setiap perjuangan mereka diakui dan difasilitasi secara bermartabat,” tegas Nasaruddin.
Pendekatan Rahmatan Lil ‘Alamin: Kebijakan afirmatif ini diletakkan dalam kerangka pendekatan ** rahmatan lil ‘alamin** (rahmat bagi semesta alam) dalam sistem pendidikan nasional, menjadikannya bagian integral dari nilai-nilai Islam.
C. Pendidikan Islam sebagai Pionir Keadilan Sosial:
Dirjen Pendidikan Islam, Amien Suyitno, melihat PPG inklusif ini sebagai cerminan filosofi yang lebih dalam di Kemenag:
Praktik Keadilan: “Pendidikan Islam harus menjadi pionir dalam praktik keadilan sosial.”
Wajah Nyata Moderasi: “Ketika kita bicara moderasi dan keseimbangan, maka inklusivitas menjadi wajah nyata dari nilai-nilai itu. Afirmasi bagi guru difabel adalah bentuk keberpihakan yang luhur,” ungkap Amien.
Pilar 2: Pendampingan Total dan Komitmen Berkelanjutan Hingga UKin
Direktur Pendidikan Agama Islam, M. Munir, yang juga Panitia Nasional PPG Kemenag, memastikan bahwa afirmasi yang diberikan bersifat menyeluruh dan tidak terputus.
A. Dukungan Teknis dan Moral Sejak Awal:
Dukungan bagi 100an lebih peserta difabel dilakukan secara komprehensif selama proses ujian berlangsung:
Fokus Utama: Pendampingan teknis dan moral.
Jaminan Kesetaraan: “Semua guru, termasuk yang difabel, berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh sertifikat pendidik profesional. Pendampingan ini menjadi wujud nyata komitmen Kemenag terhadap prinsip inklusivitas,” ujar Munir.
B. Pendamping sebagai Dukungan Psikologis:
Kehadiran pendamping bukan hanya tugas administratif, tetapi memiliki fungsi emosional dan psikologis yang vital:
Bukan Sekadar Administrasi: Munir menegaskan kehadiran pendamping menjadi bagian dari sistem dukungan psikologis bagi peserta.
Komitmen Pengawalan: “Ya udah, diikutin nanti dibantu Bu ya, pendampingnya tolong dibantu, dikawal. Nanti data-data yang difabel insya Allah akan menjadi catatan lah buat kita nanti ya,” tuturnya, menunjukkan sentuhan personal dalam pengawalan.
C. Pengawalan Jangka Panjang: Dari UP Hingga UKin:
Perhatian terhadap peserta difabel tidak akan berhenti pada tahap Uji Pengetahuan:
Pengawalan Tuntas: “Nanti kita kawal yang difabel-difabel ini sampai tuntas. Tapi tetap diikuti prosedurnya, disiapkan UKin-nya dengan baik,” tegas Munir.
Langkah Strategis: Munir menyebut bahwa kebijakan afirmatif ini adalah langkah strategis jangka panjang untuk memastikan model afirmasi ini berkelanjutan. “Ke depan, Kemenag akan terus memperbaiki mekanisme teknis, memperluas jangkauan, dan menyiapkan instrumen yang lebih ramah bagi peserta difabel,” jelasnya.
Pilar 3: Semangat Guru Difabel Sebagai Energi Moral dan Penghargaan Negara
Kehadiran dan semangat juang guru difabel menjadi momentum refleksi bagi seluruh insan pendidikan dan pembuktian kehadiran negara.
A. Inspirasi untuk Seluruh Insan Pendidikan:
Dirjen Amien Suyitno menilai bahwa semangat guru difabel ini menjadi sumber energi moral yang kuat:
“Mereka mengajarkan kepada kita bahwa keterbatasan fisik tidak pernah menjadi penghalang bagi kemuliaan profesi. Justru semangat mereka menjadi energi moral bagi kita semua untuk terus memperbaiki sistem pendidikan,” lanjut Amien.
Kehadiran mereka di ruang PPG adalah penekanan bahwa dedikasi dan semangat profesionalisme jauh lebih penting daripada kondisi fisik.
B. PPG: Ruang Penghargaan Bagi Dedikasi:
Pada akhirnya, PPG tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme uji kompetensi, tetapi sebagai ruang di mana negara memberikan penghargaan:
“PPG bukan hanya ujian kompetensi, tetapi juga ruang penghargaan bagi dedikasi guru. Negara hadir untuk memastikan setiap guru, tanpa terkecuali, mendapatkan hak dan pengakuan yang setara,” pungkas Munir.
Kemenag, melalui kebijakan afirmasi ini, membuktikan komitmen untuk membangun sistem pendidikan yang menghargai setiap manusia sebagai subjek utama.
Ringkasan dan Ajakan Bertindak: Wujudkan Kesetaraan Hak Secara Bermartabat!
Kemenag telah menunjukkan komitmen inklusivitas tertinggi melalui afirmasi dan pendampingan total bagi ratusan guru difabel dalam UP PPG Daljab Batch 3, menegaskan bahwa ini adalah amanat moral, spiritual, dan bentuk rahmatan lil ‘alamin.
Fokus Menag: Guru difabel adalah pejuang pengetahuan yang harus diakui dan difasilitasi secara bermartabat.
Komitmen Dirjen: Inklusivitas adalah wajah nyata moderasi dan pionir keadilan sosial.
Pendampingan: Dilakukan secara teknis dan psikologis, berkelanjutan hingga UKin sebagai langkah strategis jangka panjang.
Tujuan Akhir: Memastikan kesetaraan hak dan menjadikan PPG sebagai ruang penghargaan bagi dedikasi setiap guru.
Langkah Kemenag ini harus menjadi benchmark bagi seluruh institusi pendidikan di Indonesia. Kita semua harus memastikan bahwa setiap upaya untuk meningkatkan kualitas diri mendapatkan dukungan penuh, tanpa diskriminasi.
Sebagai bagian dari masyarakat atau stakeholder pendidikan, apa yang bisa Anda lakukan di lingkungan terdekat Anda untuk meneladani semangat pejuang pengetahuan dari guru-guru difabel ini, dan mendukung langkah strategis Kemenag agar model afirmasi ini benar-benar berkelanjutan dan lebih ramah di masa mendatang?