Stop Merusak Bumi! Said Agil Al Munawar Ungkap Fiqih Lingkungan Qur'an: Merawat Alam Adalah Ibadah Sejati, Bentuk Ketakutan dan Harapan Kepada Tuhan!
![]() |
https://kemenag.go.id/nasional/said-agil-husin-al-munawar-al-qur-an-ingatkan-manusia-untuk-rawat-lingkungan-Amtft |
Pernahkah Anda berpikir, apakah membuang sampah sembarangan atau tidak menanam pohon berdampak pada kualitas iman Anda? Kita sering memisahkan urusan ibadah ritual dari urusan sosial dan lingkungan, padahal Al-Qur’an telah sejak lama menegaskan bahwa pelestarian lingkungan adalah bagian integral dari keimanan. Mantan Menteri Agama, Said Agil Husin Al Munawar, dalam Seminar Syiar Qur’an dan Hadis di Kendari (17/10/2025), mengupas tuntas pesan teologis ini: Manusia adalah khalifah (wakil Allah) yang bertugas mengelola bumi, dan setiap perusakan adalah pelanggaran fatal terhadap amanah Ilahi. Beliau mengutip Surah Al-A’raf ayat 56 yang secara tegas melarang perusakan di muka bumi. Mengapa menjaga harmoni sosial (ukhuwah) dan pelestarian alam (ḥifẓ al-bī’ah) adalah dua sisi dari satu kesalehan yang utuh? Kami ajak Anda memasuki wacana ini, memahami bahwa setiap tindakan Anda terhadap alam adalah ekspresi dari iman yang sejati, dan bagaimana dakwah Islam harus berubah dari sekadar mimbar menjadi gerakan cinta kasih (rahmah) dan kepedulian ekologis.
Pilar 1: Manusia sebagai Khalifah dan Amanah Ilahi (Dasar Teologis Lingkungan)
Said Agil Al Munawar memulai dengan landasan utama teologi Islam tentang peran manusia di bumi: kita bukan pemilik, melainkan pengelola yang diamanahi.
A. Ibadah yang Melampaui Ritual:
Menurut Said Agil, tujuan penciptaan manusia jauh melampaui ibadah ritual semata.
Tugas Ganda: Manusia diciptakan bukan hanya untuk beribadah secara ritual, tetapi juga untuk memakmurkan bumi dan menjaga keseimbangannya.
Ekspresi Keimanan: Beliau menegaskan bahwa pelestarian lingkungan merupakan bagian dari keimanan, bukan sekadar urusan sosial atau ekonomi. Keimanan harus terwujud dalam tanggung jawab ekologis.
B. Amanah Khalifah dalam Surah Al-Baqarah:
Konsep ini ditegaskan dalam Al-Qur'an:
“Al-Qur’an telah menegaskan dalam Surah Al-Baqarah bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah, yaitu wakil Allah yang bertugas mengelola bumi dengan tanggung jawab dan keseimbangan,” tegas Said Agil.
Jabatan khalifah mengandung tanggung jawab moral dan spiritual yang besar: menjaga bumi agar tetap lestari dan terhindar dari kerusakan.
C. Peringatan Mutlak: Jangan Merusak Setelah Diperbaiki!
Peringatan Al-Qur’an sangatlah tegas terhadap perbuatan merusak. Said Agil mengutip:
"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap." (Q.S. Al-A’raf: 56).
Ayat ini menyiratkan tiga nilai sentral:
Larangan Merusak: Kerusakan di muka bumi dilarang keras, terutama setelah alam sudah disempurnakan oleh Allah.
Alam Sudah Sempurna: Allah telah menciptakan bumi dalam kondisi terbaik dan seimbang. Tindakan merusak adalah perbuatan melawan kesempurnaan Ilahi.
Ibadah Ekologis: Doa kepada Allah harus dilakukan dengan rasa takut dan harap—takut terhadap azab karena merusak, dan harap terhadap karunia karena menjaga—menghubungkan tindakan menjaga alam sebagai bentuk ibadah yang mencerminkan kesalehan.
Pilar 2: Hadis sebagai Motivator Dakwah Ekologis dan Akhlak Lingkungan
Said Agil tidak hanya berlandaskan pada Al-Qur’an, tetapi juga pada Sunnah Rasulullah SAW, yang memberikan contoh nyata tentang pentingnya tindakan sekecil apa pun untuk lingkungan.
A. Pelestarian Sampai Detik Terakhir (Hadis Kiamat):
Hadis yang diriwayatkan Ahmad menjadi penekanan Said Agil tentang nilai ibadah dari tindakan ekologis:
“Jika hari kiamat tiba sementara di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit tanaman, maka tanamlah.”
Nilai Abadi: Hadis ini mengajarkan bahwa sekecil apa pun usaha kita untuk menjaga alam—bahkan menanam satu bibit pohon— tetap bernilai ibadah meskipun hari kiamat sudah tiba.
Ekspresi Iman: Menanam, memelihara, dan tidak merusak adalah ekspresi konkret dari iman yang sejati. Ini adalah tindakan optimis dan kepedulian yang tak terhingga terhadap keberlangsungan hidup.
B. Harmoni Sosial dan Lingkungan (Kesalehan Utuh):
Said Agil menjelaskan bahwa menjaga alam adalah bagian dari kesalehan utuh yang mencakup aspek pribadi dan sosial:
Harmoni Ganda: Menjaga harmoni sosial (kerukunan) dan lingkungan adalah bentuk ibadah yang mencerminkan kesalehan pribadi dan sosial secara bersamaan.
Syiar Qur’an yang Dibudayakan: Syiar Al-Qur’an dan hadis harus dimaknai sebagai upaya membudayakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata.
Pilar 3: Revitalisasi Dakwah: Dari Mimbar ke Aksi Nyata
Mantan Menteri Agama ini menyerukan perubahan metode dan fokus dakwah agar lebih relevan dengan tantangan zaman: konflik sosial, degradasi moral, dan krisis iklim.
A. Dakwah yang Substansial dan Membangun Kesadaran Kolektif:
Dakwah Ekologis: Dakwah harus menanamkan kesadaran ekologis untuk membentuk perilaku bijak terhadap alam dan sumber daya.
Pelopor Peradaban: “Ketika nilai-nilai Qur’ani dan Nabawi dihidupkan, umat akan menjadi pelopor perdamaian sekaligus pelindung lingkungan.” Dakwah Islam harus mendorong perubahan perilaku terhadap lingkungan dan sesama manusia.
Tiga Kebutuhan Indonesia: Indonesia sebagai bangsa majemuk dan kaya alam membutuhkan revitalisasi syiar yang menyejukkan. Tiga nilai yang harus ditumbuhkan adalah:
Cinta Kasih (Rahmah): Menumbuhkan kasih sayang antar sesama.
Kesadaran Sosial (Ukhuwah): Memperkuat persaudaraan lintas batas dan toleransi.
Kepedulian Ekologis (Ḥifẓ al-Bī’ah): Menjaga dan memelihara alam.
B. Metode Dakwah yang Lembut (Hikmah dan Maw’izah Hasanah):
Said Agil mengingatkan bahwa cara berdakwah juga merupakan bagian dari syiar yang baik:
Prinsip An-Nahl: 125: Dakwah harus menggunakan hikmah (kebijaksanaan) dan pelajaran yang baik (maw’izah ḥasanah), serta membantah dengan cara yang lebih baik.
Anti-Kekerasan: “Dakwah yang keras dan menghakimi bertentangan dengan semangat kenabian yang membawa rahmat bagi seluruh alam.”
C. Peran Pendidikan Agama dan Pemuka Agama:
Pendidikan Ekologis Dini: Peran pemuka agama dan lembaga keagamaan sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai keberlanjutan dan cinta lingkungan sejak dini.
Saleh Utuh: Pendidikan agama harus menumbuhkan kesadaran ekologis agar generasi muda tidak hanya saleh secara ritual, tetapi juga peduli terhadap sesama dan alam sekitar.
Ringkasan dan Ajakan Bertindak: Wujudkan Kesalehan yang Utuh!
Said Agil Husin Al Munawar mengingatkan kita bahwa merawat lingkungan adalah ibadah yang mencerminkan kesalehan utuh, yang terangkum dalam:
Tugas Khalifah: Manusia adalah wakil Allah yang dilarang keras membuat kerusakan di bumi (Q.S. Al-A’raf: 56).
Dakwah Ekologis: Setiap tindakan menanam dan memelihara adalah ibadah, bahkan hingga hari kiamat (Hadis Ahmad).
Tiga Pilar: Tumbuhkan Rahmah, Ukhuwah, dan Ḥifẓ al-Bī’ah dalam setiap aspek kehidupan Anda.
Kerukunan antarmanusia dan kelestarian alam adalah dua sisi dari satu kesalehan yang utuh.
Setelah menyadari bahwa menjaga alam adalah perintah langsung dari Al-Qur’an dan Hadis, tindakan spesifik apa (misalnya, menanam pohon, memilah sampah, atau menghemat air) yang akan Anda jadikan bentuk ibadah dan ekspresi ḥifẓ al-bī’ah mulai hari ini?