Bukan Sekadar Sopan Santun! Muchlis Hanafi Ungkap Toleransi adalah Kewajiban Agama & Ujian Ilahi: Membaca Al-Qur'an Berarti Hidup Harmoni Sosial & Ekologis (Rahmatan Lil-'Alamin Sejati)!

Bukan Sekadar Sopan Santun! Muchlis Hanafi Ungkap Toleransi adalah Kewajiban Agama & Ujian Ilahi: Membaca Al-Qur'an Berarti Hidup Harmoni Sosial & Ekologis (Rahmatan Lil-'Alamin Sejati)! 

https://kemenag.go.id/nasional/muchlis-m-hanafi-al-qur-an-ajarkan-keseimbangan-hidup-dengan-alam-5BvBY


Pernahkah Anda merasa bahwa keragaman suku, bahasa, dan agama di Indonesia terkadang terasa seperti bom waktu, alih-alih kekayaan? Jika Anda mencari landasan teologis yang kuat untuk memahami bahwa perbedaan adalah kehendak Ilahi dan bukan kegagalan sosial, Anda berada di tempat yang tepat. Muchlis M. Hanafi, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ), menegaskan bahwa toleransi dalam Islam bukan sekadar bentuk sopan santun sosial, melainkan kebutuhan hidup sekaligus kewajiban agama—sebuah ujian untuk mengukur sejauh mana kita mampu berlomba dalam kebajikan. Dalam Seminar Syiar Qur’an dan Hadis di Kendari (17/10/2025), beliau membedah dua pesan utama Al-Qur’an: kerukunan sosial (ta‘āruf) dan keseimbangan ekologis. Kami akan ajak Anda menelaah bagaimana harmoni sosial tanpa harmoni ekologis hanyalah separuh dari makna rahmatan lil-‘ālamīn, dan mengapa Anda sebagai pembaca Al-Qur’an harus menjadi pelopor peradaban damai, adil, dan peduli terhadap seluruh alam semesta. 


Pilar 1: Perbedaan Sebagai Ayat Kauniyyah dan Ujian Kebajikan 

Muchlis Hanafi membuka wacana dengan menempatkan keberagaman Indonesia dalam bingkai spiritual yang luhur. 

A. Indonesia, Cermin Kebesaran Allah: 

Dewan Pakar PSQ ini menegaskan bahwa keberagaman yang kita saksikan sehari-hari—suku, bahasa, dan agama—bukanlah kebetulan. 

“Indonesia adalah cermin yang jernih dari ayat-ayat kauniyyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.” 

Jika keberagaman alam semesta (ayat kauniyyah) adalah tanda kebesaran-Nya, maka keberagaman manusia pun harus kita pandang sebagai karunia, bukan beban. Keberagaman seharusnya menjadi modal membangun peradaban damai, bukan sumber perpecahan. 


B. Ta‘āruf dan Larangan Prasangka: 

Muchlis mengutip QS. al-Ḥujurāt ayat 13 untuk menekankan pentingnya ta‘āruf (saling mengenal): 

Kebutuhan Hidup: "Tanpa saling mengenal, tumbuh prasangka; dan tanpa toleransi, keragaman mudah berubah menjadi konflik." Toleransi adalah kebutuhan hidup karena tanpa itu, kehidupan sosial akan lumpuh. 

Kewajiban Agama: Toleransi bukan sekadar pilihan, tetapi kewajiban yang didasarkan pada keinginan Ilahi agar manusia hidup dalam harmoni. 


C. Perbedaan Adalah Ujian (Lomba Kebajikan): 

Mengutip QS. al-Mā’idah ayat 48, Muchlis memberikan pemahaman mendalam tentang mengapa Allah menciptakan perbedaan: 

Bukan Kegagalan: “Perbedaan bukanlah kegagalan sosial, melainkan ujian untuk mengukur sejauh mana kita mampu berlaku adil dan berbuat baik,” katanya. 

Tujuan Ilahi: Allah menciptakan perbedaan agar manusia berlomba dalam kebajikan (fastabiqul khairāt). Perbedaan harus memacu kita untuk menjadi lebih adil, lebih berbuat baik, dan lebih toleran. 


Pilar 2: Toleransi Berbasis Keadilan dan Konstitusi Peradaban 

Muchlis Hanafi membimbing kita memahami bahwa toleransi yang diajarkan Islam bukanlah basa-basi, tetapi prinsip konstitusional yang berakar kuat pada keteladanan Rasulullah SAW. 


A. Toleransi Nabi: Strategi Peradaban yang Berbasis Kasih: 

Muchlis mencontohkan keteladanan Rasulullah SAW sebagai figur yang menanamkan nilai toleransi dengan kebijaksanaan: 

Bukan Kelemahan: Sikap Nabi yang menenangkan seorang Badui yang berbuat kesalahan di masjid, serta pemberian ampunan kepada musuh-musuhnya saat penaklukan Makkah, membuktikan bahwa "Toleransi Nabi bukan kelemahan; ia adalah strategi peradaban." 

Dua Prinsip Utama: Toleransi dalam Islam berakar pada dua prinsip mutlak, yaitu keadilan dan kasih


B. Toleransi Berwujud Konstitusi (Piagam Madinah): 

Toleransi yang diajarkan Nabi tidak hanya bersifat personal, tetapi juga dilembagakan: 

Jaminan Konstitusional: Hal ini tercermin dalam Piagam Madinah, yang menjamin hak dan kebebasan komunitas Yahudi serta memberikan perlindungan kepada umat Kristen Najran. 

Rancangan Kebangsaan: “Di sana, toleransi berwujud konstitusi — sebuah rancangan kebangsaan yang berakar pada keadilan dan kasih.” Ini adalah model ideal yang harus kita terapkan di Indonesia, menjadikan keadilan sebagai fondasi kerukunan. 


Pilar 3: Harmoni Utuh: Sosial dan Ekologis (Rahmatan Lil-‘Ālamīn Sejati) 

Muchlis menutup paparannya dengan menghubungkan kerukunan antarmanusia dengan kewajiban menjaga alam, memberikan pemahaman menyeluruh tentang makna rahmatan lil-‘ālamīn (rahmat bagi seluruh alam). 


A. Persaudaraan Manusia dan Alam: 

Anda tidak bisa mengaku sebagai seorang yang râhmah jika hanya peduli pada sesama manusia tetapi merusak lingkungan. 

Tanggung Jawab Lebih Luas: Muchlis menjelaskan, harmoni sosial tidak akan sempurna tanpa harmoni ekologis. 

Kelanjutan Persaudaraan: “Harmoni sosial tanpa harmoni ekologis hanyalah separuh dari makna rahmatan lil-‘ālamīn. Menjaga bumi dan seluruh isinya adalah kelanjutan dari menjaga persaudaraan manusia,” jelasnya. 


B. Pengabdian kepada Sang Pencipta: 

Tanggung jawab terhadap lingkungan adalah bentuk pengabdian langsung kepada Allah SWT. 

Selaras dengan Alam: Manusia tidak hanya diperintahkan untuk hidup damai satu sama lain, tetapi juga untuk hidup selaras dengan alam sebagai bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. 

Perluasan Kepedulian: “Setelah memahami pentingnya hubungan antarmanusia, kita juga harus memperluas kepedulian menuju harmoni ekologis.” Ini adalah tantangan nyata bagi umat Islam di tengah krisis iklim global. 


C. STQH: Bukan Sekadar Seni Suara, tapi Ruang Perjumpaan: 

Even keagamaan seperti Seleksi Tilawatil Qur'an dan Hadits (STQH) harus menjadi wadah implementasi nilai-nilai ini: 

Bukan Panggung Seni: STQH Nasional bukan hanya panggung seni baca Al-Qur’an, tetapi juga ruang perjumpaan spiritual yang meneguhkan persaudaraan

Meneduhkan Perilaku: "Membaca Al-Qur’an bukan sekadar memperindah suara, tetapi meneduhkan perilaku dan menghidupkan maknanya dalam keramahan sosial.” 


Ringkasan dan Ajakan Bertindak: Hidupkan Makna Al-Qur'an! 

Muchlis M. Hanafi mengingatkan kita: toleransi adalah kewajiban agama yang diuji melalui kebajikan, dan kerukunan tidak lengkap tanpa kepedulian ekologis. 

Toleransi = Kewajiban: Pandang perbedaan sebagai ayat kauniyyah dan tugas untuk fastabiqul khairāt

Harmoni Utuh: Jaga persaudaraan manusia (ta‘āruf) dan persaudaraan alam (harmoni ekologis). 

Konstitusi Keadilan: Terapkan prinsip keadilan dan kasih dalam setiap interaksi sosial dan lingkungan, meneladani Piagam Madinah. 

"Bila toleransi kita rawat, kerukunan akan tumbuh; dan bila kerukunan tumbuh, maka rahmat Al-Qur’an akan semakin terasa sebagai cahaya yang menyatu dalam kehidupan bersama." 

Setelah mengetahui bahwa toleransi dan menjaga alam adalah dua sisi dari satu mata uang kesalehan, bagaimana Anda akan mengubah cara Anda berinteraksi dengan orang yang berbeda keyakinan atau lingkungan sekitar Anda, agar tindakan Anda benar-benar mencerminkan rahmatan lil-‘ālamīn?

SiennaGrace

Selamat datang di DidikDigital.com! Kami hadir sebagai sahabat setia para pendidik. Temukan beragam artikel dan sumber daya: dari modul ajar praktis, update kurikulum terbaru (Dikdasmen & Kemenag), hingga tips meningkatkan kualitas pengajaran dan informasi asuransi yang melindungi profesi guru. Edukasi terbaik, kesejahteraan terjamin!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

iklan 1

iklan 2