PPG Bukan Sekadar Pesta Sertifikasi Tapi Pintu Pembinaan Karakter dan Kesejahteraan! Kenapa Guru Berhonor Rp200 Ribu Harus Jadi Prioritas Kebijakan Afirmatif Kemenag?

PPG Bukan Sekadar Pesta Sertifikasi Tapi Pintu Pembinaan Karakter dan Kesejahteraan! Kenapa Guru Berhonor Rp200 Ribu Harus Jadi Prioritas Kebijakan Afirmatif Kemenag? 

https://pendis.kemenag.go.id/direktorat-guru-dan-tenaga-kependidikan/kemenag-dorong-layanan-ppg-lebih-adaptif-guru-butuh-dukungan-nyata-bukan-sekadar-sertifikasi


Sebagai seorang guru, pernahkah Anda merasa program Pendidikan Profesi Guru (PPG) hanya menjadi beban administrasi yang berujung pada selembar sertifikat, tanpa benar-benar menyentuh kebutuhan Anda yang paling mendasar? Jika ya, suara Anda kini telah didengar di tingkat tertinggi Kementerian Agama. Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, secara tegas mendeklarasikan: "Guru tidak hanya butuh sertifikat, tapi juga butuh dukungan yang membuatnya bisa terus berkembang. Layanan kita harus menguatkan mereka sebagai pendidik, bukan sekadar formalitas administratif." Dalam Koordinasi Persiapan Akhir UP-UKMPPG batch 4 tahun 2025, Dirjen Pendis menuntut transformasi total layanan PPG menjadi sistem pembinaan yang adaptif dan berkelanjutan, menekankan bahwa integritas guru itu mahal dan harus ditumbuhkan. Lebih menyentuh lagi, beliau menyoroti nasib guru non-ASN bersertifikasi yang masih digaji Rp200 ribu hingga Rp300 ribu per bulan, mendesak adanya kebijakan afirmatif yang menjamin kehidupan layak. Kami akan membedah visi baru Kemenag ini, menelusuri tantangan kompleks yang dihadapi guru madrasah, dan menjelaskan mengapa kesejahteraan dan sense of humanity harus menjadi kunci keberhasilan layanan pendidikan Islam. 


Pilar 1: PPG Transformatif—Dari Formalitas Menuju Pembinaan Adaptif 

Dirjen Pendis, Amien Suyitno, secara lugas memaparkan bahwa layanan PPG tidak boleh berhenti pada proses kelulusan. Ini adalah pintu gerbang menuju penguatan kapasitas yang berkelanjutan. 

A. Kebutuhan Guru: Dukungan Nyata, Bukan Kertas Formalitas 

Inti dari arahan Dirjen Pendis adalah pergeseran fokus: 

Fokus Lama: Sertifikasi (Formalitas Administrasi). 

Fokus Baru: Dukungan yang membuatnya bisa terus berkembang (Peningkatan Kompetensi, Pembinaan Karakter, dan Perbaikan Kesejahteraan). 

"Layanan pendidikan Islam harus berpihak pada kebutuhan nyata guru."  

B. Tantangan Guru Madrasah yang Semakin Kompleks: 

Guru madrasah saat ini menghadapi tiga lapis tekanan yang menuntut sistem PPG yang lebih adaptif: 

Tuntutan Profesionalisme dan Teknologi: Guru harus selalu update dengan metode ajar terbaru dan adaptif terhadap teknologi digital. 

Tekanan Sosial: Tuntutan dari masyarakat terhadap figur guru yang serba sempurna. 

Media Digital: Dampak media digital yang memengaruhi iklim pendidikan dan moral peserta didik. 

C. Pembinaan Karakter: Menumbuhkan "Guru yang Punya Hati": 

Dirjen Pendis menilai bahwa banyak guru masih membutuhkan sentuhan pembinaan langsung, terutama dalam praktik mengajar dan penerapan nilai kejujuran. 

"Yang kita butuhkan bukan hanya guru yang bisa mengajar, tapi guru yang punya hati. Integritas itu mahal, dan layanan pendidikan kita harus bisa menumbuhkan itu.” 

PPG harus menjadi sistem yang mampu menanamkan integritas dan sense of humanity, menjadikan guru sebagai agen perubahan moral, bukan sekadar penyampai materi. 


Pilar 2: Jeritan Kesejahteraan dan Kebijakan Afirmatif Berkeadilan 

Bagian paling krusial dari arahan Dirjen Pendis adalah penekanan pada sisi kemanusiaan dan kesejahteraan guru non-ASN yang berjuang di tengah keterbatasan. 

A. Kesenjangan yang Menciderai Mutu Pendidikan: 

Amien Suyitno menyinggung kesenjangan kesejahteraan antara guru yang sudah tersertifikasi/ASN dengan guru non-sertifikasi dan non-ASN, yang sering kali menerima honor di bawah standar. 

"Masih ada guru yang digaji Rp200 ribu, Rp300 ribu per bulan. Kita tidak bisa menutup mata. Mereka butuh kebijakan afirmatif yang menjamin kehidupan layak agar tetap bisa mengajar dengan tenang.” 

Kondisi ini adalah tantangan serius karena guru dengan honor yang tidak layak tidak mungkin dapat mengajar dengan penuh dedikasi dan ketenangan batin

B. Kesejahteraan sebagai Kunci Keberhasilan: 

Dirjen Pendis menegaskan bahwa layanan kesejahteraan adalah barometer keberhasilan layanan pendidikan Islam secara keseluruhan: 

Prinsip Berkeadilan: Keberhasilan layanan pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari layanan kesejahteraan yang berkeadilan. 

Manfaat Langsung: Guru harus merasakan manfaat langsung dari kebijakan pemerintah, meliputi akses pelatihan, fasilitas digital, hingga kepastian pendapatan. 

Ini adalah panggilan yang jelas bagi Kemenag: Mutu pendidikan harus dimulai dari perut dan ketenangan batin guru. 


Pilar 3: Reformasi Ekosistem Pendidikan Islam (Menciptakan Supply-Demand yang Sehat) 

Visi Dirjen Pendis meluas hingga ke hulu ekosistem pendidikan Islam, menyoroti perlunya penataan ulang agar lulusan pendidikan tetap relevan dan memiliki prospek kerja yang baik. 

A. Menata Ulang Kebutuhan dan Produksi Guru: 

Dirjen Pendis menyoroti adanya ketidakseimbangan yang mengancam masa depan profesi guru: 

"Kita ini bicara supply and demand. Kalau guru terus diproduksi sementara sekolah dan siswa makin sedikit, itu juga harus kita pikirkan." 

Tantangan ini menuntut Kemenag dan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk bekerja sama dalam: 

Penataan Ulang Ekosistem: Memastikan lulusan fakultas pendidikan tetap relevan dengan dinamika masyarakat. 

Penyesuaian Kebijakan: Layanan pendidikan harus menyesuaikan arah kebijakan pembangunan manusia, tidak hanya memproduksi guru tanpa mempertimbangkan kebutuhan lapangan. 

B. Pentingnya Kolaborasi Berkelanjutan: 

Untuk mencapai sistem PPG yang adaptif, berkelanjutan, dan ekosistem yang seimbang, kolaborasi menjadi kunci: 

Pihak yang Terlibat: Diperlukan kolaborasi erat antara kampus (LPTK), pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan di lapangan. 

Tujuan: Mengembangkan layanan pendidikan Islam yang komprehensif dan berkelanjutan

C. Kebijakan Berbasis Data (Riset dan Policy Brief): 

Untuk menghindari kebijakan yang hanya bersifat ad-hoc, Dirjen Pendis mengusulkan pendekatan berbasis bukti: 

Bahan Riset: Hasil evaluasi PPG harus dijadikan bahan riset mendalam. 

Panduan Kebijakan: Hasil riset harus diolah menjadi policy brief untuk pengambilan kebijakan di masa depan. 

Anti-Laporan Rutin: "Setiap evaluasi harus berujung pada kebijakan berbasis data, bukan sekadar laporan rutin." 


Ringkasan dan Ajakan Bertindak: Guru adalah Agen Perubahan Moral! 

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menegaskan bahwa layanan PPG harus bertransformasi menjadi sistem pembinaan adaptif yang berpihak pada guru, bukan sekadar proses administrasi. 

Fokus Utama: Peningkatan integritas guru ("guru yang punya hati") dan kesejahteraan (kebijakan afirmatif untuk guru berhonor rendah). 

Tantangan Serius: Kemenag tidak bisa menutup mata terhadap nasib guru bergaji rendah (Rp200 ribu - Rp300 ribu) yang membutuhkan kehidupan layak

Visi Masa Depan: Penataan ulang ekosistem pendidikan Islam harus menjamin supply and demand yang seimbang, didukung oleh kebijakan berbasis data. 

Guru bukanlah sekadar tenaga pengajar, tetapi agen perubahan moral bangsa. Kelangsungan mutu pendidikan Islam bergantung pada kualitas layanan PPG yang menyentuh sisi kemanusiaan. 

Setelah memahami visi baru Kemenag yang berpihak pada integritas dan kesejahteraan guru, jika Anda berada di posisi pengambil kebijakan, langkah afirmatif konkret apa yang pertama kali akan Anda ambil untuk menjamin kehidupan layak bagi guru non-ASN bergaji Rp200 ribu per bulan?

SiennaGrace

Selamat datang di DidikDigital.com! Kami hadir sebagai sahabat setia para pendidik. Temukan beragam artikel dan sumber daya: dari modul ajar praktis, update kurikulum terbaru (Dikdasmen & Kemenag), hingga tips meningkatkan kualitas pengajaran dan informasi asuransi yang melindungi profesi guru. Edukasi terbaik, kesejahteraan terjamin!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

iklan 1

iklan 2